Sabtu, 15 Oktober 2011

Sajian mengukuhkan persatuan

Oktober, buat siapapun yang ingin mengunjungi Jogja atau Djogjakarta atau Yogya adalah bulan yang tepat untuk merefleksikan semua pikiran dan kesatuan dalam perbedaan. Kenapa? karena tepat di bulan itu pula kota Jogja berulang tahun, kebetulan kemarin itu ulang tahun yang ke-255, wow..that's wonderful age!

Begini, saya mau menyajikan event yang telah saya tunggu-tunggu dalam tiga hari berturut-turut yaitu "International Ethnic Culture Festival" pada tanggal 7-9 Oktober 2011 di pelataran Serangan Oemoem 1 Maret 1945. Well, awalnya saya gak tahu ini event apaan karena memang diundang lewat twitter oleh teman saya yang bernama Rahmanu yang kebetulan juga dia suka dengan acara cultural beginian, kita satu penikmat seni kali ya? Saya meng-iyakan saja untuk ikut hadir dalam acara itu, ya...memang sih statusnya sebagai penonton, tak apalah.

Saya appreciate sekali dengan kota Jogja yang sering mengadakan acara-acara semacam ini, terlebih lagi budaya mungkin di sini dititikberatkan pada tarian tradisional. Tapi, gak cuma tari tradisional aja sih yang ditampilkan di acara ini, tapi tarian dari negeri nun jauh disana semacam ada peserta dari Spanyol dan Chili ikut terlibat dalam pentas ini.

Hari pertama, kami datang untuk menunjukkan antusias kami dalam acara ini, ya walaupun kami datang berempat sih, saya, rahmanu, dewi, dan dwika yang semuanya adalah teman dari Kopma UGM, tapi kami sangat 'wah' untuk tetap menonton acara ini dari awal pembukaan hingga acara selesai pada malam itu. Sajian yang kami dapat dari acara ini mulai dari tarian Aceh yang sampai kami tertawa karena gerak-gerik dari seorang penarinya yang 'tidak biasa', Jambi, NTB, Sulawesi Selatan, hingga Chili yang menyajikan tarian berupa parodi yang penyajinya melakukan interasksi dengan seorang penonton, yang terlihat dari tarian dan parodi ini adalah kegombalan dan kejayusannya, namun kami juga alhasil bisa tertawa melihat tingkahnya.

Had a wonderful nite at this time, kenapa?karena emang saya gagap dengan budaya Indonesia sendiri, jangankan budaya dari bagian Indonesia mana...tapi budaya dari lokal sendiri aja gak tahu cui... *tabok diri sendiri*

Hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 8 Oktober 2011 unfortunetly, saya ketinggalan beberapa tarian daerah karena memang saya dan teman (hario) sengaja datang tidak pada jam-jam awal dimulainya sajian kesenian tersebut,
tapi kami datang sekitar pukul 8 dan masih bisa melihat sajian tarian yang unbelievable deh, tariannya dari Blora, Jateng yang mengisahkan 2 ekor harimau penjaga hutan yang kemudian ditaklukan oleh 'ksatria' dan akhirnya harimau itu dijadikan hewan penjaga di daerah tersebut. Kostum dan gerak tari yang indah nan perkasa pun disajikan oleh pari penyaji tarian dari Blora ini, sorak sorai dan tepuk tangan penonton juga memecahkan kemeriahan dimalam itu, saya juga memberikan applause yang setinggi tingginya buat para penari ini.

Namun, di hari kedua ini ada rasa malu dan prihatin ketika tarian terakhir disajikan oleh penari dari Belanda yang menarikan tarian Topeng Kelana asli dari Cirebon, what a shame. Apakah memang para pemuda dari Cirebon ini sudah mulai meninggalkan budayanya hingga tari topeng itu disajikan oleh orang yang notabene yang pernah jajah negeri kita ini ? Oke, sedikit saya berikan gambaran bahwa acara ini diikuti dan disajikan oleh penari-penari asal daerah asal pelajar dan mahasiswa yang bernama IKPMD (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah) dari seluruh Indonesiaaaaaa, that's why I feel so hurt and feel the shame. Ada sedikit percakapan yang terjadi antara saya dan Hario yang kebetulan kami ini adalah putra daerah asal Cirebon dan juga teman satu kos dan satu jurusan (agak gak penting....)

Ketika MC mulai memberikan prolognya dan mempersiapkan penari asal Belanda untuk tampil menari Topeng Cirebon, inilah percakapan yang terjadi disela-sela acara.
Dengan muka yang kecewa, Hario bilang, "Loh, kenapa orang Belanda sih yang nari?" sambil 'ngegelendeng'.
saya menyauti omongan dia, "Ya, soalnya gak ada lagi yang care kali, Rio. Jadi, malah orang Belanda yang nari".
Beberapa menit setelah tari Topeng tampil di depan. Si Hario angkat bicara lagi, "Kok, lama-lama ngebosenin ya, Nu. Gak ada sisi parodi untuk menghiburnya" jelas Hario, belum sempat angkat bicara Hario kembali mnyerang pembicaraan lagi "kayaknya kurang di 'gayain' masa cuma satu topeng itu aja?". Antara malu dan takut salah omong, saya cuma bilang "Ya, begitulah, Rio".
(Percakapan kami ini dilakukan dengan bahasa Cerbon, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) :D

Entah kenapa, dengan diadakannya acara seperti ini, sepertinya rasa sadar akan budaya sendiri itu perlahan akan muncul, seperti yang sudah dijabarkan lewat obrolan kami diatas, itu hanya asumsi saya aja atau mungkin tidak sama sekali, karena memang orang mengenal budaya layaknya mengenal Tuhannya itu sendiri, tidak bisa dipaksakan namun bisa merasakan kekuatannya.

To be continued...

Saya lampirkan foto-foto yang berhasil saya dapat diacara tersebut dengan minimum cahaya dan berdesak-desakan ^^v

ini Tari Saman dari Aceh :D di acara IECF 2011
Tari Saman Dari Aceh @ IECF 2011

penari Saman (lagi) dengan enerjik
Foto bareng Penari asal Belanda yg Belakang itu orang lain

1 komentar:

feedback-nya, please.