"Negara ini tidak akan pernah kehabisan sosok pemimpin jika anak mudanya masih suka naik gunung..." (Pratama,2010)
Perkataan seorang teman yang merupakan sebuah feedback dari status di facebook-ku kembali terngiang malam ini. teringat kembali diklat yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu yang cukup berkorelas dengan kata-katanya.
Naik gunung, merupakan salah satu kegiatan yang sangat menantang, walaupun hanya pernah merasakan beberapa kali naik gunung di waktu muda dulu, namun menurut saya, kegiatan ini dapat berguna untuk mengolah jiwa serta raga. bagaimana tidak, persiapan fisik dan juga mental dibutuhkan ketika kita akan melakukan kegiatan ini, karena tentunya medan yang akan dilewati tidak akan semudah sekedar jalan-jalan biasa di perkotaan ataupun sekedar mengelilingi kebun teh.
ketika naik gunung, kita akan dihadapkan pada suatu keadaan dimana jalan yang terbentang akan menanjak sangat curam, licin, berbatu atau bahkan ada kalanya kita harus membuat jalan sendiri saat pepohonan semakin rapat di depan. jatuh terpeleset ataupun lecet karena terkena batu atau ranting merupakan hal yang biasa ketika melakukan kegiatan ini. seringkali memang terasa sangat melelahkan, namun itu semua harus dijalani dengan pantang menyerah dan juga pikiran yang jernih untuk dapat sampai di puncak. itulah mengapa saya juga menyebutnya sebagai olah jiwa.
masih tetap seputar naik gunung, beberapa tahun yang lalu, seorang kakak tingkat saya di organisasi yang saya tekuni sekarang pernah mengemukanan sebuah teori kepemimpinan yang ditulis oleh Paul G Stoltz, PhD dalam salah satu bukunya. menurutnya, ada tiga jenis pendaki. yaitu:
1. Quitters
orang yang ada di dalam klasifikasi ini merupakan orang-orang yang cenderung menghindari masalah, mereka akan lebih memilih untuk menyerah ketika melihat medan pendakian yang sulit.
2. Campers
orang yang ada di klasifikasi ini merupakan orang-orang yang cenderung berhenti di tengah jalan pendakian ketika mendapatkan posisi nyaman. orang-orang ini cenderung mudah puas dengan apa yang didapatkan sehingga enggan untuk mendaki lebih jauh karena jalan dan tantangannya cukup tinggi dan enggan pula untuk turun karena tidak ingin mengulang perjalanan dari awal.
3. Climbers
orang yang ada pada klasifikasi ini cenderung gigih dan pantang menyerah sebelum berada di puncak, mereka akan terus berusaha apapun rintangan dan tantangannya untuk mencapai puncak karena mereka adalah pendaki sejati.
untuk menjadi pendaki sejati memang sulit, tapi bisa dilakukan. tergantung bagaimana kita memilih jalan dan menyikapi tantangan yang ada di setiap jalan tersebut. tergantung pula bagaimana kita bangkit dan mendaki lebih tinggi setiap kita terpeleset atau tergores batu. dan tergantung seberapa gigih kita menghadapi godaan untuk berhenti atau bahkan turun ke jalan datang.
pengalaman dan pemandangan yang ada di atas itu indah, keindahannya seakan dapat membayar perjuangan kita mencapai puncak.
oleh karenanya, saya setuju dengan pendapat rekan saya, dengan menambahkan kata-kata saya.
"negara ini tidak akan kehilangan sosok pemimpin, jika anak mudanya merupakan seorang pendaki sejati yang gigih dan memberikan seluruh kemampuannya dalam melakukan pendakian..." (Pratiwi,2011)
teruslah berusaha dan berikanlah yang terbaik :)
-Rie-
this note is taken from Rizka's note on FB