Minggu, 12 April 2015

The journey begin to East of Java


Gue duduk di shift ke tiga atau lebih tepatnya barusan kedua dari belakang di dekat jendela. Di samping gue berkenalan dengan Ririn dan Rizkha, dua cewek dari Bandung berdarah jawa. Berbagi cerita. Awalnya, dalam perjalanan tersebut semua nggak banyak bicara. Sempat tertidur selepas dari Bandara Juanda sebelum ke berhentian di rumah makan.

Hampir 30 menit kami makan sambil bercakap-cakap. Kalau gue malah lebih sering main ke toiletnya, maklum belum mandi. Hehe... Di kamar mandi pun cuma membasahi muka saja, jorok banget, ya?

Sekitar pukul 10.00 kami melanjutkan perjalanan, saat itu memang hari Jumat, tapi karena kita musafir, nggak jumatan, deh.

Time flies thru our trip, selain itu juga  pantat mulai pegal karena kelamaan duduk. Ada serunya duduk samping jendela, bisa lihat-lihat kota yang kami lalui di Jawa Timur. Ternyata, masih sepi-sepi, lho. 

Jam 12.00 siang, kami ber-empatbelas istirahat lagi di daerah Rest Area yang cukup besar, tidak hanya resto dan cafe, tempat ini pun terdapat SPBU, masjid dan toilet yang cukup bersih. Oh, iya, ada minimart juga. Daerah ini masih di Kabupaten Situbondo, dan a lot of people just taking a rest here. 

TAK ADA GADING YANG TAK RETAK
Mungkin ini bisa dibilang hambatan bagi kami dan penyelenggara. Mobil yang kami tumpangi terkendala dengan kampas kopling di jalan raya Banyuwangi-Situbondo. Dengan menunggu berjam-jam di Masjid terdekat, akhirnya Fafa menyesuaikan jadwal kembali. Fyi, TMP Baluran tutup pada pukul 16.00, dan seharusnya kami dijadwalkan ke sana pada hari pertama.
Sempat gue mengabadikan momen ini, keliatan, kan, bete-betenya kami? Hampir 4 jam kami menunggu sebelum elf lainnya menjemput kami. 

Karena hal tersebut, kami langsung dibawa ke penginapan, yang nggak kebayang pusingnya itu, Fafa. Harus 2x atau mungkin 3x putar otaknya. Bagi gue, salut sama dia. Sebelumnya sempat dia bilang bahwa nggak pernah kejadian seperti ini.

Sing penting nanti malam, bangun Jam 00.00 untuk ke destinasi Kawah Ijen. Apalagi udah ketemu kasur! Woho....

BANYUWANGI, 4 APRIL 2015, 00.00 MALAM.
Apa yang elo lakuin setelah melihat air minum, di saat elo kehausan? Jawab simpelnya, minum. Begitu juga kami, yang capek kelelahan, unpacked, take a shower and got some sleep, but it was...wrong! Saking excited atau capek, gue kaga bisa tidur. Ya, tidur ayam aja, deh.

Justru saat gue bener-bener terlelap, eh, malah dibangunin si Fafa, kan, kampret! Yang ada pala barbie pusing, dong. Halah...nggak juga, sih, gue masih banyak enerji untuk menuju Ijen. 

Pukul 00.30 kami semua sudah berkunpul di Parkiran hotel, sesaat mobil jemputan pun tiba untuk membawa kami ke Ijeeeeeen. 

Pikir gue, gue bisa tidur dulu di mobil, kata si Fafa, menuju Ijen dari penginapan sekitar 2 jam perjalanan, see?

Kenyataannya: mata gue melek sepanjang perjalanan!

Eh, even mata gue melek, gue kadang nikmatin dari dalam kaca mobil suasana kota Banyuwangi dan sekitarnya. Memang sepi dan gelap, sih, tapi di saat itulah, masih ada manusia-manusia yang ingin menjajal adrenalinnya mendaki Gunung Ijen, banyak pengendara roda dua dan empat yang berbarengan menuju ke sana dengan kami. Tidak lama dari pusat kota, gue udah mencium bau belerang yang kuat dari dalam mobil. Ijen, gue dateng!

Karena kaca mobil supir dibuka, selain bau belerang yang kuat, udara dingin mulai menerpa. Kami semakin excited dan niat gue buat tidur di perjalanan, gagal. Tepat pukul 2.30 kami sampai di pos Paltuding 
Segera kami turun dari mobil dengan mempersiapkan peralatan yang akan dibawa beserta baji hangat. Ternyata, memang banyak para wisatawan yang telah menunggu di sana untuk mendaki dan melihat kawah Ijen. Layaknya pasar, pos Paltuding pun ramai. Fafa, bergegas untuk mendaftarkan kami semua dan kami menunggu sebelum Fafa kembali dan menginstruksikan untuk mulai mendaki.

Saat itu jam menunjukan pukul 2.50, gue mencari toilet, karena kebelet pipis, maklum, gara-gara udara dingin, jadi si dedek 'keringetan' hehe... Sayangnya, toilet penuh, jadi gue mengurungkan niat.  Semua berkumpul dan berdoa, buat keselamatan kami semua. 

IJEN VS BROMO
Di tahun 2009, pertama gue cinta jalan-jalan dengan tujuan ke Bromo. Emang gunung Bromo namanya, saking pendeknya, si Bromo pun ada anak tangganya sampai puncak sana. Kalau kata temen gue, itu "gunung-gunungan", nggak berasa mendakinya, yang ada wisata aja, tapi ternyata maksud dari dibuatnya anak tangga menuju puncaknya itu, karena di sana memang sebagai acara upacara adat warga desa Tengger, yang notabene udah sepuh.

Terus, kalau ijen gimana?

Usaha dulu, dong. Enak aja maen bikin anak tangga, maen aja ular tangga, gih. Hehe... Meskipun jalur pendakiannya masih terbilang manusiawi, sih. Semanusiawinya jalur pendakian menuju puncak, seenggaknya ada yang saling menjaga. Gue sering banget denger cerita dari temen-temen yang memang pecinta alam, bahwa di gunung itu harus bisa mengendalikan ego. Banyak orang keluar sifat aslinya kalau diajak mendaki, lho. Gue cuma bisa meng-iya-kan saja, tapi faktanya emang begitu. Mau diapain lagi, coba?

Manusiawinya begini, jalannya lebar, kira-kira 2-3 rentangan tangan orang dewasa, dengan medan yang lembab-kering, dan kemiringan hingga 10-20 drajad.

Namanya juga gunung, semakin tinggi, semakin menipis pula cadangan oksigennya. Alias bikin engap. Apalagi bau belerangnya yang pekat. Saat itu, gue, Ayu dan Ifa menjadi yang paling belakang di antara temen-temen yang lain. Karena melihat banyak juga turis-turis domestik dan mancanegara yang sesekali beristirahat di tengah perjalanan, kadang gue nyeletuk dan berseru "pucuk...pucuk...pucuk..." Kali aja membakar semangat yang lain biar tetap semangat menuju puncak. Sayang, kan, udah mendaki capek-capek dan bangun tengah malam, nggak bisa liat blue fire-nya. 

Semakin atas, jalan semakin menyempit, mungkin cukup dilalui 2 orang saja. Dengan penerangan seadanya, gue dan yang lainnya mencoba mengejar waktu, karen pada saat itu medan yang kami lalui sudah landai. Tepat pukul 4.30, gue udah ada di puncak gunung ijen dan melihat si api birunya. 
 

Karena kurang puas melihatnya dari kauh, gue menuju kawah. Cukup berat medannya, karena didominasi oleh batuan yang terjal dan besar. Padahal di sana ada papan peringatan untuk dilarang memasuki kawasan kawah. Dengan penutup masker debu yang seadanya, gue makin nekad. Di saat bersamaan matahari telat terbit dan api biru sudah tidak nampak lagi, di sana pun para penambang belerang kembali menuju atas. Hanya beberapa turis bandel yang salah satunya adalah gue. 

Karena nggak mau kehilangan momen, sempetin gue foto-foto di dekat kepulan asap belerang 

Klik...klik...saking asiknya berfoto. Boom...tiba-tiba kepulan asap belerang tebal menuju arah gue. Dalam posisi tertutup masker, gue sesak nafasnya, sakit, ditambah mata gue perih dan arah jalan menuju ke atas, nggak kelihatan, dalam hati, gue nggak mau mati di sini, gue nggak mau mati di sini. Pas gue menemukan pijakan untuk menuju keluar dari kepulan asap belerang, gue terpeleset dari pijakan itu. Beruntungnya, ada seseorang yang membantu gue menjulurkan tangannya. Dalam hati, gue selalu menyebut nama Tuhan dan bilang gue gak mau mati dan nggak mau repotin orang-orang. Akhirnya, gue selamat meski harus terus-terusan batuk. 

Hal bagi gue pelajaran saat itu, jangan mengabaikan papan peringatan. 

Sesampainya di atas, gue langsung minun air putih yang banyak. Sambil menenangkan diri, ada kalanya gue juga berfoto berlatar kawah ijen.

Pukul sekitar pukul 7.20, gue dan rombongan menuju ke pos pendakian Paltuding kembali dan bergegas untuk menuju ke destinasi berikutnya.

To be continued...

Intro: let's begin the Journey to East!

Ah, April! I hope this is ain't shit just because April fools. But I was really excited. 

Few hours before left the town...
Tumben, gue nggak kena sindrom pra-travelling, mencret maksudnya. Tapi ya syukurlah. Kebetulan, jarak kantor sama stasiun Cirebon Kejaksan nggak begitu jauh. Kalo bisa jalan kaki, bisa 15 menit, doang. 

Berangkat dari Cirebon pukul 18.47 pakai Kereta Gumarang kelas Executive, ada yang bilang "katanya backpacker, tapi kok pakai kereta Executive?" Gue bilang dalam hati "peduli syaiton, amat!". Gue udah lama gak jalan jauh, jadi rasanya agak aneh aja sekarang bisa jalan-jalan lagi. Nggak peduli lagi sama nanti mau nggembel di mana? Gue udah punya duit sendiri! Bwek... :p

Ekspektasinya demikian, berasa tajir! Padahal masih kelas teri, anak teri, malah. Hehe... Dan ini juga pertama kalinya gue ikut acara OPEN TRIP dari twitter, kebetulan juga memang udah ada niat ke destinasi tersebut, sih. 

Pertanyaannya: mau nge-trip ke mana emangnya?

Jawab: ke Ijen! 

Itu tujuan utamanya, tapi kebetulan si organizer-nya ada tujuan tambahan, gue makin Excited, lah. Dari dulu selain ke Ijen impian waktu jaman masih kuliah, pingin juga ke Taman Nasional Baluran. Kebanyang, ke daerah padang Savana yang masih ada binatang liarnya, kayak di acara Animal Planet di Africa, tapi karena ini ada di Jawa, makanya bernama Africa van Java! Whoaa..!

Tepat pukul 03.24, gue udah ada di Surabaya, sesuai briefing lewat surel, di tanggal 3 April 2015 untuk meeting point-nya di Surabaya pukul 6.00-7.00. Di hari sebelumnya, pihak @funAdventure_ melalui tour leader-nya mengirimkan sms, bahwa Fafa akan menemani selama perjalanan nanti. Di sanalah, gue terus menghubungi dia. Karena MP hanya di Gubeng stasiun dan Airport Juanda, terpaksalah gue harus ngojek dulu ke Gubeng, karena Gumarang berhenti di Pasar Turi. Dengan masih cengo turun dari kereta, gue cuma butuh sandaran, tapi karena kamu gak ada, maka lantailah yang menjadi tempatku...berbaring. Blah! :p

Mencari waktu luang, di pasarturi gue sebenernya mau cari kamar mandi, sayangnya, di sana nggak boleh mandi. Jadilah gue jalan kaki ke Indomart stasiun untuk cari sarapan. Karena tau semalaman perut gue kaga diisi, malah adanya angin AC, bakal tau kan kalau efeknya apa?

Hampir pukul 5.30, gue cabut cari ojek menuju stasiun Gubeng. Sialnya, entah kenapa gue selalu "ada apa-apa" dengan kota berjulukan Pahlawan ini. Sesaat gue ditawari ojek oleh bapak ojek dan deal dengan harga 20.000 menuju Gubeng, langsung naik ke jok boncengan, lalu "brmm..shooookkk gubraaak" kita berdua jatoh dan menabrak palang pintu parkir motor. Lucunya, jatohnya gue itu sampe menindih kepala bapak ojek itu. Kalau kata petuah, sih, "jatuh di depan umum, 1% sakit, 99% malu" emang gue malu! Beberapa menit, gue berlanjut dengan ojek yang sama menuju Gubeng.

Kalau kalian mau tau, kesialan apa saja yang pernah gue alami di Surabaya, bisa kok mampir di sini (http://wsncyd.blogspot.com/2013/12/surabaya-oh-surabaya.html?m=1)

Tepat pukul 06.00 gue sampai di Gubeng, bertemu depan Alfamart, selepas membalas sms dari Fafa, gue langsung ditemui olehnya. Di sana, sudah ada 4 orang. 3 orang cewek dan 1 cowok. Gue kenalan sekilas, yang beberapa menit kemudian gue lupa namanya. Hehe... Senjatanya biar tetep soan, gue panggil mbak atau mas aja. Kemudian setelah gue masukin daypack gue ke mobil elf pariwisata, ada beberapa orang lainnya muncul juga, dua orang cewek asal Bandung, 2 cowok dan 1 cewek dari Surabaya. Ternyata, belum lengkap 10 orang ini. Kami harua menuju Bandara Juanda untuk menjemput empat orang dari Jakarta. 

Dan ceritapun dimulai...