Rabu, 28 Mei 2014

Malangku di Malang: Penginapan atau Kandang (?)

"Pak, kita cari lagi penginapan yang lebih murah, deh" Pinta saya ke bapak tukang becak ini sambil keluar dari pelataran halamannya, saya masih mencari penginapan yang kira-kira cocok dengan kantong. Masih ingat saat itu kawasan penginapannya berdekatan dengan kantor walikota Malang. 

Masih berada di atas becak, saya melihat kekaguman dengan kota Malang, bangunan-bangunan kuno yang dipakai untuk Hotel dan melihat bundaran yang di tengahnya ada tugu. Masih hijau, bersih, dan asri. Tunggu. Ini. Benar. Saya. di Malang? tanya saya dalam hati. Strukturnya hampir mirip dengan Tugu Muda di Semarang. Ya sudahlah, saya nikmati saja tata kotanya sambil menunggu si bapak tukang becak ini membawa ke mana lagi untuk mendapatkan penginepan yang saya inginkan.

"Coba yang ini ditanya, mas" si bapak ini menunjukkan salah satu penginepan dan berhenti di deapannya.

"hmm...oke, pak"

Agak ragu melihat kondisi bangunannya, tidak terlihat seperti penginepan, ruko, malah. Turun dari becak, saya masuk ke dalam 'lobi' ala ala. Namanya juga penginepan apa adanya, resepsionispun saat saya ingin beertanya, tidak ada. Tiba-tiba muncul seorang pria dengan perawakan tinggi kurus bercelana pendek, dengan janggut seperti Bams Samson. Yakin, nih penginepannya? Was-wasnya demikian. 

"Gimana, mas?" Tanya si janggut ala Bams Samson ini.

"Di sini per malamnya berapa, ya, mas?" Sambil duduk di depan kursi yang kosong tepat di depan resepsionis.

"Per malamnya 90000, mas" Jawabnya singkat

Karena sudah tidak mau muter-muter lagi mencari penginepan dengan becak dan saat itupun lapar serta lemas. Saya mengiyakan saja. Toh, saya di sini yang penting bisa tidur, gak usah muluk. Jika dibandingkan dengan penginepan di Jogja,  harga segitu sudah termasuk tinggi dengan kondisi yang lebih baik. Lebih baik? Iya. Di Sini saya melihat pemandangan 'lobi' dengan tatanan yang berantakan. Satu aquarium besar dengan air yang sudah menghijau di salah satu sisi pintu dengan satu ikan Arwananya, beberapa sepeda gunung dan satu sepeda low-rider terlihat tidak semestinya berada pada posisi yang baik. 

Setelah deal dengan penawarannya, saya menuju bapak tukang becak itu untuk membayar jasanya. Sambil mengeluarkan uang dari dompet dan memberikan uang 15000 rupiah.

"ini, pak.." dengan menyodorkan uang

"20000, mas" sela si bapak ini

"loh, tadi perjanjiannya katanya 15000, masa nambah?" protes saya dengan heran

"ya, kan tadi sekalian keliling nyari penginepan, tha?"

Kesal dengan si bapak ini, saya tidak mau banyak berdebat, karena memang lelah. Saya berikan tambahan uang 5000 lagi kepadanya. Dengan muka kesal, saya memberikannya dan melipir masuk penginapan tanpa memberikan ucapan terima kasih. Tau gitu, saya ajak keliling-keliling lagi, deh. Lagian, kayaknya deket juga jaraknya dari stasiun sampai penginapan ini. Gumam saya dalam hati.

Karena belum memasukan dompet ke saku celana, saya kembali menuju meja resepsionis untuk melunasi pembayaran langsung untuk satu hari menginap dan memberikan KTP saya sebagai jaminan. Si mas janggut-kurus-berjenggot-ala-Bams Samson ini lalu menyerahkan kunci kamar kepada saya, sebelum menuju ke kamar, si mas tersebut memberikan tips tambahan kepada si bapak tukang becak ini sebesar 10000 rupiah. Anjislah, gak bener itu tukang becak. Kata saya dalam hati.

KAMAR NO 9
Kamar saya berada di lantai 2 di penginapan itu, saya terkejut saat melihat kamar sudah terbuka lebar. Di sana saya menemui ada seorang mas-mas lagi yang berkisar umur 28-an yang sedang membereskan kamar mandi, tepatnya membersihkan dan mengisi bak mandi dalam kamar tersebut.

"Nginep berapa lama, mas?" Pertanyaan sapaan pengenalan dari si mas itu.

"Oh, cuma sehari aja, kok, mas" jawab saya singkat

Karena percakapan ini saya anggap tidak penting, saya tidak melanjutkan dialognya, deh.

Setelah selesai semua dibereskan oleh si mas tersebut, saya masih menerawang kamar ini.
Kamar yang berisi satu tempat tidur ber-type family bed yang tersudut dengan kasurnya berupa...kapuk.
Dua bantal yang sudah...lepek.
Spreinya dengan motif...kembang-kembang.
Satu meja dan satu kursi yang...berkarat
Kipas angin yang...berdebu
Letak tv yang menempel pada dinding dengan bersangga pada besi ternyata nampak benda tersebut terkurung pada...sel
masuklah ke kamar mandi dan masih beralas...tegel
dengan bak yang, saya nggak tega. oke tapi airnya bersih, sih. Cuma baknya nampak terlihat...kotor

Mau bagaimanapun, kalau harganya terbilang murah banget, ya mungkin kondisinya seperti ini. Sudah tidak peduli lagi dengan kondisi kamar, yang penting bisa tidur, mandi, dan mengikuti tes. Saya lalu mengeluarkan isi tas, satu hal yang saya utamakan, ialah mengecas hape. hehe... Sembari merebahkan badan dengan kaki saya sambil merentang-menutup seperti Sinchan yang sedang ngambek, tiba-tiba kaki saya menyenggol tembok yang ternyata...TRIPLEK!

Karena merasa aneh, jangan-jangan hanya saya sendiri yang menginap di sini, saya melihat-lihat ke lorong deretan yang hanya ada 4 kamar, sambil menengok kamar sebelah yang merupakan kamar paling pojok setelah kamar saya, ternyata kamarnya lebih parah dari yang saya tempati dengan gorden yang terbuka atau memang tidak menempel pada penyangganya, dengan kasur single, tanpa adanya tv di dalamnya. Mungkin kamar tersebut memang dalam kondisi yang sangat amat tidak layak dan terawat. Pikir saya, kenapa saya dikasih kamar yang bersebelahan dengan kamar yang kayak gitu, ya?

Sebelahnya, untungnya. Ada beberapa pemuda yang baru check-in juga setelah saya lihat.

Sayangnya, saya tidak mengabadikan penginapan selama saya di Malang, mungkin saya akan memasukkan beberapa foto yang berkaitan dengan cerita ini.

To be continued...