Kamis, 07 Maret 2013

Dari Sejarah Majapahit Hingga Bertemu Buddha tidur di Trowulan

Jika memaknai Pancasila sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" mungkin banyak sekali penafsirannya. Bisa saja, bahwa Tuhan adalah sebagai simbol bahwa masyarakat Indonesia memiliki dan berdasarkan hidup menurut kepercayaan yang dianutnya sesuai yang sudah diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konfusius. 

Kita juga bisa menjumpai berbagai macam rumah-rumah ibadah yang ada di Indonesia. Bahkan, peninggalan bangunan bersejarah seperti candi yang notabene merupakan tempat ibadah atau simbol dari suatu agama tertentu yaitu Buddha dan Hindu, tersebar luas di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. 

saya (tengah) beserta kawan menuju situs candi
Di Bali misalanya, dengan mayoritas masyarakat beragama Hindu, banyak sekali pura atau tempat ibadah, tidak sulit untuk menemuinya. Namun, sulit untuk kita temui di Pulau Jawa karena sebagian besar tempat ibadah dari masyarakatnya adalah muslim.

Memang ada tempat ibadahnya di Pulau Jawa, tapi bisa dikatakan hanya beberapa dan tidak banyak. Namun, bisa dijadikan tempat tujuan wisata dan itupun yang berupa candi yang merupakan bangunan dari jaman dahulu.

Tidak lepas dari bangunan ibadah, kemarin sempat menjelajah Trowulan yang tepat berada di Mojokerto, Jawa Timur. Trowulan sejatinya merupakan kota Kecamatan, bukan wilayah yang luas, namun di sini, sejarah telah berlangsung cukup lama. Peradaban Majapahit.

candi Bajangratu
Situs-situs Majapahit yang tersisa sekarang merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, sayangnya, saya bukan orang yang ahli sejarah, bukan pula orang yang terlalu menyukainya. Ada dampaknya, sik, setelah mengunjungi tempat ini yaitu laiknya anak sekolah yang sedang belajar studi, meskipun sedikit info yang saya dapat, itupun dari teman saya yang paham dengan seluk beluk penyebaran agama hindu-buddha, ya karena teman saya orang Bali yang cukup mengenal sejarahnya.

Dari bahasa sanskrit itu sendiri, katanya Majapahit berdiri pada tahun 1400 menurut penanggalan Jawa yang diartikan bahwa Sirna Ilang Kersaning Bhumi. Entah kenapa orang jawa kuno dulu menamai dengan kata-kata yang sedikit belibet. Namun, itu merupakan sengkalan yang sudah menjadi pakem dari jaman dahulu.

Saat kita berjalan menuju beberapa candi di sana, ada yang berbeda dari candi-candi yang ada di Jawa Tengah. Terlihat dari bangunannya yang sudah modern ditandai dengan bangunan yang dari bata merah. Tidak seperti kebanyakan candi di Jawa Tengah, yaitu dibangun dengan batu granit. Dapat disimpulkan pula bahwa kerajaan Majapahit memiliki peradaban yang sudah maju. Selain itu, ditemui pula di Museum Majapahit, ada beberapa benda peninggalan sejarah, dari patung Buddha, simbol kerajaan Majapahit yang mirip dengan logo dari Universitas Gadjah Mada, periuk dan perkakas, uang jaman dahulu, dan celengan berbentuk kepala orang dan hewan.

Ada suatu hal yang bisa jadi kita terkejut, kenapa? Karena ternyata muka dari patih yang bernama Gadjah Mada pada saat Raja Hayam Wuruk bertahta yang sudah kita kenal dengan wajah yang bulat dan berpipi gemuk adalah suatu bentuk muka celengan yang ditemukan di situs Majapahit dan merupakan tafsiran menurut Moh. Yamin. Saya juga baru mengetahui bahwa setiap melakukan misinya, sang patih selalu mengenakan topeng dan sampai saat ini, belum ada yang mengetahui dengan jelas, bagaimana sosok dari sang patih hingga dia pergi mengasingkan diri ke suatu tempat.

reclining Buddha
Tidak hanya bangunan peninggalan Majapahit saja yang unik. Masih satu kawasan di Trowulan, saya juga menemui sebuah patung yang bukan lain adalah sosok Buddha tidur. Kita bisa melihatnya di suatu tempat ibadah bernama Maha Vihara Majapahit. Meskipun bangunan ini adalah bangunan baru, tapi tidak kalah loh dengan yang ada di Thailand. Berbentuk kuning emas dan di bawahnya terdapat ukiran relief bagaimana Sidharta Gautama menolong hingga dia wafat menjadi Buddha. Meskipun letaknya berada di luar ruangan dan dikelilingi oleh kolam ikan dan cukup indah.

Saya berfikir, jika kita memang mayoritas beragama muslim, mengapa masjid-masjid tidak dijadikan tempat wisata, apa karena masjid yang benar-benar 'sakral' dan istimewa hanya di Saudi Arabia? Memang, ada juga masjid-masjid peninggalan sejarah saat penyebaran agama islam datang ke Indonesia, tapi...ya begitulah kondisinya. 

Meskipun saya pernah melihat reclining Buddha di Thailand dengan bentuk yang lebih panjang, Indonesia juga ternyata memilikinya. Mungkin, tempat itu hanya satu yang dimiliki oleh bangsa kita, jadi, kita harus hargai dan hormati antar umat beragama, bukankah kita dididik untuk saling mencintai juga, kan? Bangga bukan yang dimiliki bangsa ini? Maka dari itu, junjunglah tinggi pancasila, tidak hanya sila pertama, tapi semua atau bahkan kita harus lebih memahami dari kalimat "Bhineka Tunggal Ika" yang merupakan diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Prapanca. I love Indonesia!