Selasa, 03 Desember 2013

Surabaya Oh Surabaya!

Gila, udah berapa lama ini blog gak diurus sama si empunya? Si empunya lagi mengejar cita-cita menjadi....Superman! Superman dalam arti yang tak sebenarnya tentunya. hehe...Jauh juga sih dari tampang mirip Clark Kent. Kalau buka-buka lagi content yang ada di blog ini, jadi pingin banyak cerita lagi tentang traveling amburadulnya saya.

Begini, meskipun awalnya ini blog saya ingin isi dengan content yang agak serius, tapi pernah baca juga kan perjuangan saya dari tentang kelulusan saya? Nah, kini saya punya cerita tentang ex-mahasiswa, iya, an ex. Tentang perjalan hanya untuk diterima di satu perusahaan impian, makanya saya bilang superman. Kalau mau tahu siapa si ex-nya itu, sebut saja rangga, bukan...bukan rangga sm*sh apalagi rangga AADC. Anggap saja rangga alias rasa yang galau. Yups, siapa sih yang gak galau kalau udah lulus terus belum dapet kerja atau usaha? pahitnya sih dibilang pengangguran. Eh, kalau saya sih kadang menikamatinya, merenungi, meratapi,menangisi, halah...malah banyak negatifnya, hehe...gak, gak, saya punya banyak hal diceritakan selama menjadi jobseeker, dari pergi ke kota A, B, C mungkin hingga kota Z.

Balik lagi ke masalah jalan-jalannya, sebenernya saya bukan ingin sekedar bercerita menjadi jobseeker travel atau mungkin nanti saya akan menceritakannya, tapi di sini bagaimana saya tough dan bodohnya saat pergi jalan-jalan dan akhirnya mendapatkan nasib sial di kota A iya sebut saja kota itu adalah Surabaya. Eng, ing, eng....kenapa?

Sebelum saya bercerita, ijinkan saya memantik korek api dan menghisap sebatang rokok dulu, ya...hehe...

Lanjut!

Begini, saya memang belum banyak mengunjungi kota-kota atau wilayah di Indonesia dan saya biasanya juga melakukan perjalanan lewat jalur darat karena memang jalur mana lagi bagi seorang budget travel amburadul schedule seperti saya? Karena emang judulnya amburadul, ya maklum kalau memang agak sedikit konyol dan tolol alias kalau disingkat jadi...konlol. :p

what a life
Bermula dari kota nan damai tempat saya belajar di Jogja, saya mencintai traveling, mbuh carane iso nang ndi ae, dab! Pergilah ke sana ke mari dengan senangnya. Maklum tahun 2009 saya memulai perjalanan dan mendapat gelar backpacker itu pun awal mulanya ke Bromo. Oke gak masalah! Tapi inilah masalah pertama saya muncul saat akan balik lagi ke Jogja lewat jalur darat yang diharuskan transit bus ke Surabaya. Awalnya hanya biasa aja dari hal sepele ini, hal sepelenya adalah ketika kernet bus meminta uang tiket, karena saya belum paham, saya berikan uang pecahan 20.000 dimana tarif pada waktu itu hanya 13.000 Malang-Surabaya, si kernet memberikan tiket di mana di tiketnya tersebut ada coretan berapa kembaliannya, karena saya tidak mengindahkannya, tertidurlah di bus dan tanpa sadar tiket itu hilang di genggaman saya. Damn! Bagi pelancong yang tidak mau uang sepeser raib, ketika akan sampai di terminal Surabaya, saya gontot-gontotan dengan kernetnya, memang sih saya yang salah, alhasil dia cuma memberikan kembalian 5000 rupah!

Anggap, kejadian itu hanya angin lalu di Surabaya, tidak menghiraukan nasib sial saya ada di kota ini. Tapi, mulai lagi terjadi pada saat saya ingin jalan-jalan ke luar negeri dari bandara juanda, syit! Ceritanya saya berangkat dari jogja naik kereta Sancaka pagi, setibanya di stasiun Wonokromo pukul 12.00 siang, karena flight-nya pukul 15.00, saya menunggu agak lama di stasiun dan makan siang di sana, sekitar pukul 13.00 saya menuju Juanda dengan taksi, karena uang rupiah hanya tersisa beberapa lembar saja dan selebihnya saya sudah tukarkan dengan dolar, maka saat akan masuk gate dan check-in, uang rupiah tersisa 147.000, dan hanya kurang 3.000 dari apa yang saya harus bayarkan sebagai airport tax yang sebesar 150.000. Ketar-ketirlah saya di bandara, masa uang dolar harus ditukarkan lagi ke rupiah hanya untuk menggenapkan? Gak, gak akan saya lakukan, mulailah saya mencari cara yaitu meminta uang 3000 ke...petugas trolley. Sial! Malu banget saya! Si bapak yang baik hati itu, langsung memberiku uang sebesar 5000. Ya, dengan basa basi di awal dulu, sih. heheh...

Rentetan kejadian di Surabaya membuat saya semakin dirasa, kenapa saya sial sekali di kota ini? Beberapa waktu kemudian, saya tidak melakukan hobi saya, karena ada kesibukan di kampus. Agak sedikit tidak terbebani dengan sugesti diri saya yang menganggap kota Surabaya yang sial ini.

Pada akhirnya, saya dipertemukan kembali dengan si Surabaya, saat itu saya pergi ke Lombok lewat jalur darat menggunakan bus, rencana awalnya ingin menggunakan kereta Sri Tanjung ke Bali lalu lanjut ke Lombok, karena ada lain sebab, jadilah menggunakan bus Jogja-Surabaya-Banyuwangi sistem estafet, beberapa hari sebelumnya saya survey bus yang langsung tujuan Banyuwangi, tapi saat hari H, saya dan teman-teman ketinggalan bus yang tujuan tersebut. Alhasil, mau gak mau dua kali naik bus, deh. Kepanjangan, ya? Sabar, saya cerita kronologisnya dulu, biar sama-sama tahu. hih! :D

Naiklah bus ekonomi malam Mira, sekitar pukul 19.00 dari Jogja sesampainya di terminal Bungurasih sekitar tengah malam, saat itu kondisi saya memang sesaat setelah baru bangun tidur di bus, maklum belum kumpul nyawanya dan harus turun juga untuk pindah armada tujuan Surabaya-Banyuwangi. Saya dan bersama teman-teman saat itu juga bermuka sembab semua, tengah malam, bangun tidur, jalanpun lemes banget dan harus masih mencari di mana bus tujuan kami berikutnya, di manaa......?!

Dengan bawaan tas kerir yang segede bagong, kami didatangi sebut-saja-calo terminal yang menanyakan tujuan kami, karena gak mau bingung dalam kondisi seperti ini, akhirnya manut saja dihantarkannya ke armadanya tanpa banyak cing-cong, saya mengikuti si calo itu berjalan, tapi pas mau masukin tas saya ke bagasi, tiba-tiba....GUBRAK! Saya masuk ke got yang untung gak ada airnya, saking pada kecapeannya, teman-teman cuma bisa lihat saya aja tanpa menolong. Hih, teman macam apa coba? Mereka melihat saya jatuh pun dengan wajah yang datar kayak Kristen Steward kalau maen film. 

Berdirilah saya dan memasukkan tas ke bagasi dengan sedikit lecet di paha. Apakah sudah sampai di sini kesialannya? Oh tidak! Selanjutnya nego harga dengan si calo. Saat saya survey bus tujuan Jogja-Banyuwangi harga tiket 78.000, tapi si calo keparat itu memberi harga 80.000 untuk Surabaya-Banyuwangi dengan bus yang jelas jelas supeer ekonomi. Nah, di situ saya dan teman-teman berdebat, sebelum masuk bus,  minta dikurangi harganya, karena saya udah males juga, saya memisahkan diri dari kumpulan si calo dan jongkok sambil mengeluh dalam hati kesakitan gara-gara jatuh, tapi saat saya melihat teman saya masih nego, ada preman yang terlihat mendekati, mungkin karena ada keramaian juga di situ. Namun, ada salah satu teman saya yang cewek yang cukup kenal dengan si premannya itu dan minta tolong buat harganya diturunin lagi, sayangnya sih hasilnya nihil. Daripada buang-buang waktu, akhirnya deal dengan harga 68.000 dan itu deadlock! Ketika sudah masuk bus, karena kepo dan harus kepo juga sih, berapa harga aslinya tanpa melalui calo ke penumpang lain, mereka bilang cuma 30.000. hahahahabegohahahaha...... Tau gak, nasib sialnya belum berakhir saat itu juga sih, entah di daerah mana saya dan teman-teman dialihkan pakai kendaraan lain, bro! 

Setelah interview, mejeng dulu lah ya di simbol suro-boyo ini ;)
Belum, belum berakhir saya harus datang dan datang lagi ke Surabaya, meski tidak separah dengan cerita-cerita sebelumnya, kali ini saya ke sana saat ada panggilan kerja di salah satu perusahaan rokok yang terkemuka. Ini jelas lebih nyaman daripada cerita sebelumnya, karena menggunakan pesawat terbang garuda dan itu dibayari oleh perusahaan Pulang-Pergi. Siapa yang gak seneng coba? Saat itu memang enjoy aja, karena sampai di kantornya pun 9.30, semua berjalan mulus sampai tahap interview di kantor itu berakhir dan berjalan keluar dari kantor, niatnya saat itu karena lapar, ya cari makan dong. Karena itu kantor daerah kawasan industri, saya tidak menemukan warung sampai harus berjalan dulu beberapa meter dengan pakaian kemeja dan bersepatu pantofel agak sedikit berhak, karena tidak terbiasa menggunakan sepatu seperti itu, jalan saya lebih lambat dan beban lebih berat juga. Maklum, biasa pakai kets. Setelah menemukan warung makan dan harus kembali ke bandara, cukup lega sih dan pasti berjalan lancar sesuai dengan jadwal pulang. Dan apa yang terjadi? Pesawatnya delayed! Oh, damn!

Nah, yang terbaru yaitu beberapa hari kemarin, saya ingin melanjutkan perjalanan ke Bandung via Surabaya dengan menggunakan kereta Turangga yang sebelumnya saya ada acara di Malang, karena jadwal jadi jobseeker yang mepet harus ikut tes di sana dan di sini tanpa jeda hari. Saya berangkat dari Malang pukul 16.00 dengan kondisi hujan deras dan perkiraan sampe Surabaya dua jam, karena barang-barang saya masih berada di rumah teman maka saya harus balik mengambil barang saya. Lalu diantarkanlah saya menggunakan motor tanpa pakai jas hujan dan kondisi jalan macet tur licin. Beruntung sampai ke terminal Arjosari Malang pukul 16.30 tepat. Akhirnya beberapa menit kemudian, datang bus tujuan Surabaya. Dengan sangat-sangat cemas dan menyilangkan jari semoga tepat waktu di dalam bus. Dua jam lebih sampai Surabaya saya masih punya harapan saat bus datang di Bungurasih pukul 18.45 dan langsung mencari ojek menuju Stasiun Gubeng dengan meminta tukang ojek sampai sana jam 7 kurang. Dengan kebutnya si tukang ojek ini membawa saya sampai di gubeng dengan telat 13 menit dari jadwal keberangkatan kereta. Lemas sudah hati hamba ini pada saat itu. Di Surabaya di mana lagi saya akan bermalam. halah!

Jadilah setelah beberapa kejadian itu, saya merasa bernasib sial di kota ini. Kota terbesar kedua di Indonesia ini juga yang dapat saya membuat senyum-senyum karena ketololan saya sendiri. Seneng tapi nyebelin, makan ati tapi nikmatin juga. Tapi, gak semua nasib sial di Surabaya ini tidak mendapat apa-apa, di sini saya dapat teman baru, sih. Ya pada intinya diibaratkan saat di perbukitan ada tanjakan dan turunan, semua seimbang sama padan, saat berada pada tanjakan dan terasa sulit, berpikirlah pasti ada turunan yang terasalebih ringan, begitu sebaliknya. Etapi, turunan itu kalau di gunung lebih capek daripada tanjakan, sik. Halah, gak habis-habis ini. Ya begitulah, pokoknya nikmatin aja selama bisa dinikmatin. Sama halnya kayak saya, nikmati masa lapang sebelum sempit. hehehe.....

Pada akhirnya, dibalik perjalanan ini ada cerita yang bisa saya sampaikan saat saya menjadi jobseeker dan pastinya di Surabaya ini.