Minggu, 18 Desember 2011

BeritaSatu.Com - Blog - Sabda Polan-Naya Gonggong 1: Mesuji

BeritaSatu.Com - Blog - Sabda Polan-Naya Gonggong 1: Mesuji

Dulu Prabu Brawijaya V punya dua penasihat spiritual. Namanya Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Keduanya sangat setia. Bahkan menjelang Majapahit runtuh sehingga Prabu Brawijaya V bertapa moksa di Gunung Lawu, dua-duanya turut mendaki. Mereka tweemani si bos ke gunung angker dekat kotanya si akun walikota @jokowi_do2 itu.
Sabda Polan dan Naya Gonggong kali ini mungkin masih punya hubungan dengan abdi kinasih Prabu Brawijaya V alias Prabu Kertabumi. Berarti pemuda seumuran mahasiswa S-1 itu keturunan juru ramal yang sakti. Tapi mungkin masing-masing juga tak punya hubungan apa-apa. Apa salahnya punya nama yang mirip-mirip. Toh di twitland juga banyak nama akun nyaris serupa.

Mesuji
Siang itu Sabda Polan terkejut mendengar ada pembantaian di Mesuji, kawasan Lampung dan Sumatra Selatan. Permen karet kesukaannya dilepehnya. Dikibaskannya rambutnya yang agak gondrong. Dia kira kebrutalan beragama di Cikeusik dulu sudah kebrutalan yang terakhir. Disangkanya setelah itu tak bakal ada lagi kebiadaban di Nusantara.
Hampir saja keterkejutan Sabda Polan tampak di depan janda manis Dewi Candrawati, bakul jamu gendongan. Dengan bulir-bulir keringat di kening yang menambah manisnya, si bakul sudah siap-siap menyongsong kata-kata Polan.
Untung Naya Gonggong tanggap. "Polan, kita jangan sampai tampak kaget," bisiknya. "Seluruh warga kota tahunya kita ini keturunan tokoh spiritual Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Masa 'trah orang sakti dan peramal kagetan ..."
Sabda Polan mantuk-mantuk (mengangguk-angguk).
"O iya, ya... Kamu betul, Gonggong, kita harus ngasih kesan bahwa tragedi Mesuji ini diam-diam sudah kita ramalkan. Belum kita umumkan saja... Gitu kan?"
#Hening
"Bagaimana nggak sudah kita ramalkan. Wong tanda-tandanya sudah ada kok. Bukan saja teh yang tergantung pucuk. Negara juga gitu. Kalau pucuk-pucuknya sudah keropos... masyarakatnya pasti keropos juga..." lanjut Polan.
#Hening
"Sampeyan tadi mau ngomong apa to, Mas Polan," Candrawati memecah sunyi. Angin dari utara hampir menerbangkan selendang ungu gendongannya. Rambutnya yang sepinggang tak awut-awutan karena angin. Candrawati menggelungnya seperti biasa kalau berkeliling kota menjajakan jamu.
Sondang
Polan sudah pergi mengikuti teman-temannya yang kebanyakan menjadi sopir tembak angkutan kota. Naya Gonggong sambil menenggak cabe puyang menjelaskan, "Gini, lho, Candrawati, sebenarnya Polan tadi ingin mengatakan kekagumannya pada dirimu. Hampir setiap malam dia bilang ke aku bahwa senyummu bagus..."
#Modus
Candrawati mesem tersipu-sipu. Sudah ribuan lelaki kota mengomentari senyumnya. Belum pernah ia setersipu itu. Mungkin karena pujiannya gombal. Lihat saja, banyak calon anggota DPR memuji senyumnya. Tapi setelah jadi anggota DPR? "Huuh mereka pada lupa senyumku... Lupa... Lupa... Lupa..."
Tak sedikit para aktivis yang juga kelimpungan dan memuja-muja senyumnya. Entah karena apa Candrawati tak tersanjung. Barangkali karena ia punya feeling bahwa rayuan mereka palsu. Sama saja pas ada sobekan koran, Candrawati membaca mereka sedang komen tentang Sondang Hutagalung. Seolah-olah mereka dekat dengan mahasiswa yang membakar diri di depan istana itu. Padahal, Candrawati tahu, mereka sama sekali tak mengenal Sondang sebelumnya.
Janda asal dusun ini hanya punya firasat kuat bahwa ada hubungan antara pembakaran diri depan istana dengan tertangkapnya tersangka kasus korupsi Nunun Nurbaeti serta terbongkarnya pembantaian di Mesuji. Ini nanti akan berlanjut dengan terbongkarnya kasus-kasus lain. Hubungan antara peristiwa bakar diri dan terkuaknya semua itu dirasanya memang ada. Sudah ada, tanpa perlu komentar orang-orang yang sok dekat dengan Sondang, yang sebagian pernah memuji senyumnya.
"Ah, yang bener Mas Gonggong, masa' Mas Polan suka senyum saya," Candrawati masih tersipu-sipu.
"Sumpah. Dia kesengsem kamu, Candrawati..."
"Ah, Mas Gonggong ini... Maca ciii... Artis-artis kan jauh lebih gimanaaa gitu senyumnya. Ada Dian Sastro. Ayu Ting Ting..."
"Ya tapi kata Polan, negara itu tergantung senyum bakul jamunya. Kalau bakul jamu gendongan masih bisa tersenyum, berarti kita masih boleh optimistis terhadap negeri ini. Kejadian Mesuji hanya ujian yang harus kita lalui saja. Esok akan lebih baik. Kita ndak boleh pesimistis."
"Wah, saya nggak mudeng Mas Gonggong ngomong apa hehehe... Cabe puyang-nya tambah? Eh, tapi yang jualan jamu dan bisa mesem kan bukan cuma saya hayo... Masih banyak perempuan lain-lain yang gandes, kewes, luwes..."
Dalam hati Naya Gonggong berkata: Memang banyak, tapi mereka bukan Dewi Candrawati seperti kamu, yang kini menyamar sebagai bakul jamu. Kamu kira batinku tidak tahu bahwa kamu, Dewi Candrawati, sejatinya adalah putri Prabu Brawijaya V?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

feedback-nya, please.