Sabtu, 18 Februari 2012

[Harmful] Maaf, minggir dulu, mas....

"Udah berangkat belum ira?Hati-hari di jalan ya.." sebuah sms masuk ke ponsel saya dari seorang teman bernama Cungil yang bertanya sekali pun memberikan doanya.

"Belum, qt berangkatnya jam 9an" saya pun membalasnya. SENT

Rasanya kalau sudah pewe di Jogja itu, males balik lagi ke Blora. Namun, karena untuk berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir alias penelitian S1 saya, well saya harus come back. Toh, udah selesai juga kepentingannya di Jogja?

ilustrasi razia oleh Polisi
Hari itu, tepatnya Selasa tanggal 7 Februari 2012 pukul 5 pagi saya sudah siap-siap, mulai dari mengemas barang yang harus dibawa sampai memperhatikan urusan perut saya juga, maklum kalau perjalanan yang gak butuh persiapan banyak dan berjarak dekat jarang-jarang packing sehari sebelumnya.

Sembari mengecek isi dompet yang ternyata kosong, maka saya meniatkan untuk mengambil uang ke mesin ATM. Perkiraan untuk seminggu kedepan tinggal disana ya... sebesar 100.000 sih cukup lah. Itupun menjadi uang bekal selama seminggu kedepan dan uang bensin juga, karena kesana bakal menghabiskan 2 kali isi bensin.

Tepat sebelum pukul 09.00 saya memutuskan untuk langsung berangkat saja dari kos dan menghindari cuaca yang mulai memanas.
"Sat, nitip kamar ya? Kita berangkat dulu " Pesan saya kepada Satra seorang teman kos yang masih melek sambil main game .
"Oh, iya!!!"  Jawab singkat dia.

Berjalanlah menuju garasi menyalakan si Paijo yang kebetulan 'bekal'-nya masih penuh terisi. Tanpa firasat apapun saya meninggalkan Jogja.

Namun, ditengah perjalanan menuju ke Blora yang memasuki Prambanan, ternyata ada razia Polisi, tetap saja saya santai tanpa ada halangan dan beban. Toh, saya bawa surat-surat kendaran bermotor kok!Sempat pula ditanya Pak polisi ketika di razia namun terdengar samar, karena saya memakai penutup muka untuk melindungi dari debu dan macam segalanya. Sambil mengeluarkan surat-surat dari dompet dan mengantri diantara motor-motor yang lain Pak Polisi mendekati saya dan terjadi percakapan singkat.


Kurang lebih begini.

"Bulan enam, kan?bulan enam, kan?"

"Hah?iya..he'eh!" jawab saya ragu, karena memang tersamar.

Heran juga sih kenapa Pak polisinya bilang begitu, mungkin karena penutup muka saya, jadi Pak polisi agak sedikit curiga, kali ya....

Perasaan luar biasa dan merasa MERDEKA karena saya adalah pengendara yang patuh ada dalam diri saya, yang menimbulkan perasaan SOMBONG dikemudian kelak. Patut dicontoh ini. hahaha...

Tapi....

Ketika setelah memasuki Kota Klaten, saya terburu-buru dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Mengapa? Hei, orang kalau di jalan ragu itu karena bingung 'menyikapi' si bangjo (re. lampu merah) yaitu beberapa second lampu orange berubah ke merah, saya sempat berhenti namun....karena terburu-buru dan ragu melihat masih ada juga yang melanggar, saya ikut ngacir. "Baiklah, ini gak ada yang lihat, kok" dalam hati saya.

Dengan perasaan tak bersalah dan santai saya terus melaju, hampir menempuh 10 km lebih saya merasa tidak ada yang mengikuti. Eh, tiba-tiba di samping saya sudah nongol sosok berseragam OKNUM polisi, kemudian....

"Maaf, minggir dulu, mas..." sapa si Oknum itu.

dengan perasaan kaget beserta bergumam dalam hati "Kok, tiba-tiba ada oknum, sih? Padahal udah jauh banget ini"

"Iya, Pak?Kenapa, Pak?" jawab saya kebingungan sambil meminggirkan motor.

"Mas, tahu kenapa saya ngejar?" dengan nada menginterogasi.

"Gak tahu, Pak?kenapa ya, Pak?" bela saya, karena setelah sejauh menempuh perjalanan tidak merasa melanggar peraturan lalu lintas.

"Tadi ngerasa gak, pas di perempatan lampu merah RSI (re. Rumah Sakit Islam) nerobos lampu merah?" tetap dengan nada bijak dan menyudutkan.

"Oh, iya, Pak?" pengakuan saya dengan melipat senyuman bersalah.

"Ada surat-surat, mas?Darimana mau kemana nih, mas? Asli mana?" nada santun mulai sok akrab *sigh*

"Dari Jogja mau ke Blora, Pak! saya dari Cirebon" sambil mengeluarkan surat-surat dari dompet dan mencibir dalam hati "Sok akrab banget sih lo?"

"Mari ikut saya, mas?ke tempat yang tadi, ntar disana ada pos?" sambil starter motornya dan menahan surat-surat saya.

"Hah?muter lagi, Pak? Yang bener?" dengan nada keheranan, yang benar saja. Sudah sejauh ini, terus muter lagi? kan buru-buru.

Apadaya, akhirnya saya mengikuti si oknum itu dengan sedikit perasaan yang sangat amat jelek (re. bad mood-eng).
Setibanya di pos dan memarkirkan si Ijo, saya langsung ditangani oleh oknum yang satu lagi.

Dengan nada yang sok akrab juga, dia bertanya
"Mau kemana, mas?"

"Mau ke Blora, Pak" jawab lantang ala saya.

"Gini, mas. Tadi, mas nerobos lampu merah kan?seharusnya kalau masnya berhenti, saya tidak akan mengejar panjenengan. Ya, sekarang gini aja, kalau masnya mau, besok sidang aja ATAU bayar senilai segini" dengan menunjukkan surat bukti tilang yang terdapat nominal rupiahnya.

"Apa, Pak!!! Masa' sampai segini?" kaget dengan nilai rupiah yang tertera senilai Rp 100.000

"Ya, terserah jenengan. Kalau mau sidang ya besok, tapi kalau mau bayar di tempat ya monggo kasih kan ke saya. Nambah jadi Rp 120.000 juga boleh" Argumen si oknum.

"Yah, Pak. Di Jogja aja Rp 25.000 masa ini segitu. Saya mahasiswa, Pak! Lagi buru-buru juga" mohon saya kepada dia dengan tidak ikhlas, terlebih lagi dia minta Rp 120.000 dan sisa uang yang baru diambil dari ATM cuma ada dua lembar Rp 50.000.

Sialnya, ketika saya memohon-mohon begitu malah dia nyuekin dan tetep "kekeuh" dan sok "pura-pura nulis" dengan jawaban singkat juga begini "Ya, terserah jenengan. Mau besok disidang atau sekarang aja"

Daripada saya harus lama berurusan dan mungkin saya terlihat bego di tulisan ini, maka saya memutuskan dengan membayar Rp 100.000. Memang tidak sangat ikhlas saya memberinya. Namun, apa daya saya tidak ingin banyak terlibat dengan masalah seperti ini dan lebih mementingkan urusan penelitian untuk skripsi saya. Kemudian, saya pergi tanpa memberikan sesimpul senyuman dengan kedua oknum itu dan meninggalkan pos.

Beginilah, nasib seorang mahasiswa. Ada saja halangan dan rintangannya. Hosh...hosh...Oh iya, itu adalah pengalaman pertama kali saya ketilang dalam kondisi seperti itu. Mungkin saya harus lebih bijak dalam berkendara. Pesan juga untuk si oknum, sepertinya anda kurang dengan gaji ya? Setelah usut punya usut, hal tersebut yang saya lakukan termasuk tindakan penyuapan dan saya merasa dirugikan, adakalanya anda memberikan informasi sejujurnya kepada pelaku pelanggaran. Kembali lagi pertanyaannya, APA BISAAAA?!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

feedback-nya, please.