Beberapa minggu yang lalu di acara job fair UGM, saya yang kini seorang jobseeker mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan panggilan hati. Meski tidak semua perusahaan bonafit yang ada di acara tersebut. Jika, dilihat-lihat pun yang sesuai dengan bidangku, tidak banyak di sana, karena latar belakang pendidikan S1 saya adalah pertanian dan di sana didominasi oleh perusahaan yang meminta banyak lulusan teknik ataupun ekonomi.
Saya akan bercerita sedikit, sekilas tentang pertanian. Latar belakang pendidikan yang mungkin tidak terlalu bonafit untuk dibanding-bandingkan dengan fakultas kedokteran dan teknik. Mereka hanya fikir, pertanian adalah lingkupnya sawah dan kerja di sawah. Terlebih lagi, pada saat awal saya dinyatakan diterima di pertanian dengan mayor ilmu tanah, sikap offensive yang dikeluarkan oleh beberapa teman adalah "Mau jadi tukang gali kubur?".
Adik angkatan prodi Ilmu Tanah 2012 |
Sempat gundah pada awal-awal menjadi mahasiswa fakultas pertanian. Apa hebatnya menjadi mahasiswa pertanian? Peluang kerja setelah lulus menjadi apa? Mungkin paling banyak kesempatannya adalah di sektor perkebunan atau perbankan. Benar. Mereka dan saya pada saat itu berfikir demikian. Karena pada dasarnya mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah untuk mencari pekerjaan.
Pada tahun 2009 penerimaan mahasiswa untuk fakultas pertanian menurun, sehingga pemerintah terpaksa menggabungkan beberapa jurusan yang ada menjadi dua, yaitu Agroteknologi (gabungan Ilmu Tanah, Agronomi, Ilmu Hama dan Penyakit Tanamah) dan Agribisnis untuk beberapa Universitas di Indonenesia, terkecuali almamater saya (UGM) dan IPB. Ironis bukan? Negara Indonesia yang konon adalah negara agraris namun peminat untuk bidang pertanian sedikit. Memang tidak semua lulusan pertanian juga bisa menekuni bidang pertanian, sih.
Saya mencari informasi ke beberapa media, kenapa peminatnya sedikit dan menemuka artikel yang menarik yang disampaikan oleh rektor ITB (?). Beliau mengatakan bahwa "Prodi sepi peminat buah dari tidak seimbangnya antara minat calon mahasiswa dan kebutuhan di lapangan".
Dikatakan kembali "Prodi pertanian misalnya, karena pertanian di Indonesia tidak menjadi primadona. Meski hidup di negara agraris, nasib sebagian orang yang berkecimpung di dunia pertanian bisa dibilang 'gitu-gitu' saja". Di bidang ketenagakerjaan, sedikit lulusan prodi pertanian yang dibutuhkan. Bahkan pemerintah sendiri tidak membuka banyak lowongan kerja bagi sarjana pertanian".
Sudah dapat disimpulkan, kah? Belum tentu. Namun, sedikit ada benarnya. Beberapa mahasiswa pertanian terkadang masih membanding-bandingkan dengan temannya dari fakultas x atau y yang peminatnya lebih banyak atau mencoba kesempatan kedua untuk mengikuti ujian masuk SNMPTN dengan pilihan lain.
Mengapa demikian? Berikut penjelasan kembali dari Prof. Akhmaloka rektor ITB "Sikap masyarakat yang cepat ingin kembali 'modal' juga menguatkan prodi sepi peminat. Biaya pendidikan dan waktu yang dikeluarkan selama lima tahun kuliah harus segera 'dikembalikan'. selain itu, masyarakat juga ingin pekerjaan yang mentereng seperti di bank daripada di tengah sawah, apalagi di hutan. Meskipun demikian Akhmaloka menyarankan agar tidak menutup diri pada prodi sepi peminat. Tetap ada peluang untuk maju. Lulusan prodi geofisika dan meteorolgi misalnya, selalu dibutuhkan pemerintah untuk mitigasi bencana."
Satu pernyataan yang saya sukai dari beliau juga adalah "Bangsa ini tidak bisa dibangun hanya dengan satu atau dua bidang keahlian saja".
Para adek-adek mahasiswa yang sudah duduk di bangku kuliah dan disorientasi untuk masa depan, manfaatkanlah waktu selama kuliah. Masa depanmu masih panjang, perbanyaklah berorganisasi di luar kampus, isi waktu luangmu. Meskipun di bidang pertanian labelnya, kita tidak akan mengetahui potensi yang ada dalam diri kita untuk menggeluti passion yang kalian mau. Seniman, photografer, pengusaha, atau peneliti bisa saja menjadi bagian dari dalam diri kita.
"Sarjana pertanian telah dibekali dengan praktikum sebanyak 40% selama di bangku perkuliahan akan mencetak calon-calon peneliti muda dibandingkan jenjang diploma dengan praktikum 60% yang artinya telah banyak menguasi teori lebih dalam" Papar dekan Fakultas Pertanian UGM pada saat saya wisuda. Pernyataan demikian pula, membuat para sarjana pertanian siap bersaing di luar sana beserta sarjana dari lulusan fakultas lain.
Jangan takut bersaing dan terus berkarya demi kemajuan baik di bidang pertanian maupun bidang yang lain. Saya meyakini, beberapa orang yang memiliki mimpi namun berada dalam posisi yang 'dihujat' atau 'dicemooh' akan lebih cepat berdiri dan berlari.
Meski kedelai dan gandum masih impor. Suatu saat salah satu dari beberapa teman-teman fakultas pertanian memiliki perubahan untuk kemajuan di negera ini. Untuk saya sendiri yang hanya lulusan pertanian dengan predikat abal-abal hanya bisa berfikir optimis dan positif, karena untuk pertanian ini memang perlu dibutuhkan orang yang benar-benar hebat. Tidak mudah untuk menciptakan varietas baru dan inovasi yang menggebrak dunia pertanian. Namun, saya katakan PASTI!!
viva soil
soil solid ^^