Jumat, 08 Agustus 2014

WHAT I HEARD THE MOST LATELY?

Sengaja gue kasih judul lebih dulu untuk mengerucutkan apa yang gue akan ceritakan. Sebelum memulai kepada judul yang udah gue kasih tau, gue akan sedikit bercerita. Nggak banyaklah. Cerita tentang para pemburu kerja alias pengangguran. Iya, gue masih cari kerja.
Mungkin yang bernasib sama dengan gue, nampaknya agak sedikit sama ceritanya, being jobless is sin. Tapi ceritanya bakal lain kalau elo bisa ambil waktu-waktu nganggur buat kegiatan positif than do nothing at home.

During Raya, I had met some friends when I was in high school. Iya, namanya juga acara halal bihalal, nggak banyak, memang. Sambil mengikat silaturahmi, nggak ada salahnya, toh? Tetapi ada yang beda saat elo bertemu dengan mereka di tahun-tahun sebelumnya. Kenapa?

It’s gonna be the question that their asking:

“sekarang kerja di mana?”

Sebagai pengacara, that’s rude question for people that you knew exactly if they hadn’t got a job. Simply, but hurt. Namanya juga manusia, kadang ada khilafnya kali, ya. Itulah yang gue rasakan, setelah lulus di tahun 2013 awal, bekerja 3 bulan di suatu perusahaan, lalu mencari kerja lagi, dapat kerja lagi, dan menganggur lagi, hampir satu tahun lebih, gue kira.

Di sanalah, kebosanan yang hampir menuju boiled-point, pingin jadi anak yang ansos (anti-sosial) tapi kelamaan juga bosen di rumah. Ada juga kalau di rumah terus, tekanan batin dari pertanyaan sederhana yang diajukan oleh ortu sendiri. Emosi yang keluar bakal nggak karuan.

Selama itu pula gue jadi skeptik sama perusahaan-perusahaan yang berusaha gue lamar dan orang-orang yang menjadi bijak. Eh, kalau yang kedua emang gue yang suka cerita, jadi dikasih motivasi, gak masalah, sik. Kalau tentang perusahaannya? Gue ada cerita juga.

Suatu ketika gue sedang menggarap skripsi, gue antusias banget untuk melamar ke beberapa perusahaan yang gue incer, kesannya begitu gue lulus kuliah, gue tinggal langsung kerja. Ternyata ekspektasi got me down. Tapi, gue gak berhenti cuma di situ, gue lulus, lamar sana-sini dengan semangat ’45-nya, meski jauh tempat tesnya, gue lakoni demi masa depan gue. Ohya, beberapa bulan setelah lulus pun gue keterima kerja, kontrak 3 bulan. Selepas kontrak habis dan nggak memperpanjang, karena tergiur dengan kerjaan di mana potensial banget dengan bidang yang gue tekuni selama kuliah, sik. Alhasil, failed. Perjuangan berlanjut, lamar lagi, ikut CPNS 2013. Sampai akhir tahun 2013 belum dapet kerja juga. Masih. Gue masih ada semangat meskipun menurun indikatornya, gue tetap berusaha. Di awal tahun 2014, ketrima kerja di salah satu perusahaan, sayangnya di sana selama 1,5 bulan bekerja, gue nggak digaji. Poor me! Mau ngadu? Percuma. PKWT-nya pun tidak diberi copy-annya, dan ternyata gue baru tahu kalau itu perusahaan memiliki manajemen yang jelek. Ikhlasin jadinya.

Berakhir di perusahaan lain, semangat yang mulai mengendur hingga datang memasuki usia gue yang memasuki setengah abad. Makin galau, dong? Di saat keluar beberapa bulan dari perusahaan itu, gue ketrima kerja di perusahaan perkebunan di Kalimantan yang merupakan PMA Malaysia. Seneng dong gue? Sesuai bidang. Sayangnya, itu perusahaan kok sering memundurkan jadwal keberangkatan gue ke lokasi training-nya, ya? Usut punya usut, ternyata mereka tidak sebaik menyiapkan ‘bekal’ schedule calon karyawannya, sehingga banyak yang turn over di saat penerimaan atau…mengetahui gaji yang ditawarkan. Memang gaji yang ditawarkan tidak besar dan cukup bisa menderita untuk tinggal di Kalimantan. Begitu kata temen gue yang pernah bekerja di sector perkebunan di Kalimantan. Akhirnya, karena kedua alasan yang patut gue jabarkan, gue memutuskan untuk tidak mengambilnya. Dengan resiko, uang medical check-up hangus, karena ditanggung dulu oleh calon pelamar. Ikhlasin lagi, deh. Padahal gue udah buat tulisan di blog acknowledge ke temen-temen gue selama lamar sana-sini atas jasa kebaikannya. What a shame!
Kali ini, belum ada kabar baik, tanda-tanda positif pun belum terlihat. Mulailah skeptik, di sinilah rule dalam hidup bekerja, expectation will kill you. Semangat? Ada kok, tinggal sedikit, sik. Berharap? Pasti! Sama Alloh, pastinya. Expectation? No more.

Balik lagi ke relasi judul yang udah gue kasih. Gue sekarang menjadi orang yang sangat amat sensitif sekali dalam hal untuk sekedar berkumpul dengan temen-temen kalau sudah menyinggung kerjaan. Gue mending banyak diam, berdoa, dan bergeriliya dalam nyari kerjaan. Meski akhirnya mereka akan tahu, sik. Kayaknya, cita-cita itu emang harus disembunyikan, banyak beraksi ketimbang keinginan yang hanya angan-angan doang.

Apakah tahun depan akan bernasib sama? Entah. God’s plan. Sedikit sedih gue nulisnya. Malu pula. Apakah Tuhan menyempitkan rejeki hambaNya ini, atau gue yang terlalu menolak rejekiNya. Lebih banyak intropeksi diri dan berserah aja. Kok gue mendadak relijius gini? Karena gue tahu, bukan saatnya lagi untuk berbuat keburukan. Bukannya akhirat itu lebih baik dari segalanya?

Ya tapi…..

L