Sengaja gue kasih judul
lebih dulu untuk mengerucutkan apa yang gue akan ceritakan. Sebelum memulai
kepada judul yang udah gue kasih tau, gue akan sedikit bercerita. Nggak banyaklah.
Cerita tentang para pemburu kerja alias pengangguran. Iya, gue masih cari
kerja.
Mungkin yang bernasib
sama dengan gue, nampaknya agak sedikit sama ceritanya, being jobless is sin. Tapi
ceritanya bakal lain kalau elo bisa ambil waktu-waktu nganggur buat kegiatan
positif than do nothing at home.
During Raya, I had met
some friends when I was in high school. Iya, namanya juga acara halal bihalal,
nggak banyak, memang. Sambil mengikat silaturahmi, nggak ada salahnya, toh? Tetapi
ada yang beda saat elo bertemu dengan mereka di tahun-tahun sebelumnya. Kenapa?
It’s gonna be the
question that their asking:
“sekarang
kerja di mana?”
Sebagai pengacara, that’s
rude question for people that you knew exactly if they hadn’t got a job. Simply,
but hurt. Namanya juga manusia, kadang ada khilafnya kali, ya. Itulah yang gue
rasakan, setelah lulus di tahun 2013 awal, bekerja 3 bulan di suatu perusahaan,
lalu mencari kerja lagi, dapat kerja lagi, dan menganggur lagi, hampir satu
tahun lebih, gue kira.
Di sanalah, kebosanan
yang hampir menuju boiled-point, pingin jadi anak yang ansos (anti-sosial) tapi
kelamaan juga bosen di rumah. Ada juga kalau di rumah terus, tekanan batin dari
pertanyaan sederhana yang diajukan oleh ortu sendiri. Emosi yang keluar bakal
nggak karuan.
Selama itu pula gue
jadi skeptik sama perusahaan-perusahaan yang berusaha gue lamar dan orang-orang
yang menjadi bijak. Eh, kalau yang kedua emang gue yang suka cerita, jadi
dikasih motivasi, gak masalah, sik. Kalau tentang perusahaannya? Gue ada cerita
juga.
Suatu ketika gue sedang
menggarap skripsi, gue antusias banget untuk melamar ke beberapa perusahaan yang
gue incer, kesannya begitu gue lulus kuliah, gue tinggal langsung kerja.
Ternyata ekspektasi got me down. Tapi, gue gak berhenti cuma di situ, gue
lulus, lamar sana-sini dengan semangat ’45-nya, meski jauh tempat tesnya, gue
lakoni demi masa depan gue. Ohya, beberapa bulan setelah lulus pun gue keterima
kerja, kontrak 3 bulan. Selepas kontrak habis dan nggak memperpanjang, karena
tergiur dengan kerjaan di mana potensial banget dengan bidang yang gue tekuni
selama kuliah, sik. Alhasil, failed. Perjuangan berlanjut, lamar lagi, ikut
CPNS 2013. Sampai akhir tahun 2013 belum dapet kerja juga. Masih. Gue masih ada
semangat meskipun menurun indikatornya, gue tetap berusaha. Di awal tahun 2014,
ketrima kerja di salah satu perusahaan, sayangnya di sana selama 1,5 bulan
bekerja, gue nggak digaji. Poor me! Mau ngadu? Percuma. PKWT-nya pun tidak
diberi copy-annya, dan ternyata gue baru tahu kalau itu perusahaan memiliki
manajemen yang jelek. Ikhlasin jadinya.
Berakhir di perusahaan
lain, semangat yang mulai mengendur hingga datang memasuki usia gue yang
memasuki setengah abad. Makin galau, dong? Di saat keluar beberapa bulan dari
perusahaan itu, gue ketrima kerja di perusahaan perkebunan di Kalimantan yang
merupakan PMA Malaysia. Seneng dong gue? Sesuai bidang. Sayangnya, itu
perusahaan kok sering memundurkan jadwal keberangkatan gue ke lokasi
training-nya, ya? Usut punya usut, ternyata mereka tidak sebaik menyiapkan ‘bekal’
schedule calon karyawannya, sehingga banyak yang turn over di saat penerimaan
atau…mengetahui gaji yang ditawarkan. Memang gaji yang ditawarkan tidak besar
dan cukup bisa menderita untuk tinggal di Kalimantan. Begitu kata temen gue
yang pernah bekerja di sector perkebunan di Kalimantan. Akhirnya, karena kedua
alasan yang patut gue jabarkan, gue memutuskan untuk tidak mengambilnya. Dengan
resiko, uang medical check-up hangus, karena ditanggung dulu oleh calon
pelamar. Ikhlasin lagi, deh. Padahal gue udah buat tulisan di blog acknowledge
ke temen-temen gue selama lamar sana-sini atas jasa kebaikannya. What a shame!
Kali ini, belum ada
kabar baik, tanda-tanda positif pun belum terlihat. Mulailah skeptik, di
sinilah rule dalam hidup bekerja, expectation will kill you. Semangat? Ada kok,
tinggal sedikit, sik. Berharap? Pasti! Sama Alloh, pastinya. Expectation? No
more.
Balik lagi ke relasi
judul yang udah gue kasih. Gue sekarang menjadi orang yang sangat amat sensitif
sekali dalam hal untuk sekedar berkumpul dengan temen-temen kalau sudah
menyinggung kerjaan. Gue mending banyak diam, berdoa, dan bergeriliya dalam
nyari kerjaan. Meski akhirnya mereka akan tahu, sik. Kayaknya, cita-cita itu
emang harus disembunyikan, banyak beraksi ketimbang keinginan yang hanya
angan-angan doang.
Apakah tahun depan akan
bernasib sama? Entah. God’s plan. Sedikit sedih gue nulisnya. Malu pula. Apakah
Tuhan menyempitkan rejeki hambaNya ini, atau gue yang terlalu menolak
rejekiNya. Lebih banyak intropeksi diri dan berserah aja. Kok gue mendadak
relijius gini? Karena gue tahu, bukan saatnya lagi untuk berbuat keburukan. Bukannya
akhirat itu lebih baik dari segalanya?
Ya tapi…..
L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
feedback-nya, please.