Sabtu, 25 Oktober 2014

FURY Movie: Dari Seorang Gagap Genre Film

Pertama denger kata Fury, gue langsung membayangkan animasi fantasy dari rumah produksi film Disney atau Pixar. Ternyata salah. Maklum, kadang analogi gue aneh, semacam fury-tale. :D

Gue cari tau film ini dari google, ketemu di web imdb dan rottentomatoes, padahal ya dari sebelum film ini tayang, posternya udah ada di XXI Cirebon. Parah banget, ya, gue?!

Jadi, begini...

Poster Fury (diambil dari google)

Ternyata film ini ber-genre action, drama, and war. Dengan rating yang cukup besar dari user di imdb sekitar 8.2/10. Cast-nya juga gak kalah beken, ada Brad Pitt, Shia LaBeouf, Logan Lerman, Michael Pena, John Bernthal, dan Jason Isaacs. Itu nama gue nyomot dari imdb, karena cuma 3 orang aktor yg gue hapal dari deretan yang gue sebut diawal. Disutradarai David Ayer, ini juga sutradara pernah megang proyek The Fast & The Furious pertama. 

Gue kali ini pertama nonton film dengan genre yang-katanya-war, sebelum nonton, sih. Kenapa? Lah, wong posternya aja ada gambar tank baja, bukan tanki tinja, lain lagi itu mah nanti. Ceritanya berlatar sejarah atau kisah nyata dari tank yang bernama Fury, nah, ternyata Fury itu nama tank-nya. Pas nonton, gue baru tau juga kalau artinya adalah amarah, iya. Itu diambil dari bahasa Jerman. Pada April 1945, 4 bulan sebelum kemerdekaan Indonesia. Inget, kan, tuh? Jamannya Jepang menyerah sama sekutu, dulu gue nggak ngerti sekutu itu siapa? kumpulan kutu atau kesatuan kutu (?) Ternyata adalah US alias Amriki. 

Lanjut!

Di sana sebenarnya Jerman itu menyerah, cuma jantung pertahanan Jerman yang konon Nazi itu, harus dibombardir. Nah, dari gambaran cerita yang gue tangkep pas gue nonton, ternyata masih ada aja sisa-sisa kekuatan Nazi-nya di sana, sampai harus mengirimkan pasukan tank. Karena tank yang bernama Fury ini dipimpin oleh Sersan Wardaddy (Brad Pitt) bersama anak buahnya, termasuk seorang typist bernama Norman (Logan Lerman). Jadi gue bayangin, 'gini, toh? kalau wajib militer? eh, bener gak, sih?'. Terus, gabung dengan timnya. 

Ini kan film action dan drama, katanya. Tapi, katanya itu kata imdb, kok. Film itu apakah harus juga berdiri dengan lintas genre? Biar menghibur. Terus, gue malah seru di bagian dramanya, ya? Bukan karena di adegan itu si sersan dan Norman bertemu dengan dua orang perempuan Jerman, bukan. Dari pas si Norman masuk tim si sersan Wardaddy, malah. Bagaimana si Norman diajarin jadi 'pembunuh' tapi dihormati karena menjadi pahlawan di negeranya. Sampai puncak adegan dramatisnya itu Norman dan perempuan Jerman yang jatuh cinta, tapi cintanya tidak abadi seperti Romi dan Yuli. Halah. Eh, serius gue, itu Norman jadi dendam ke tentara Nazi, karena cewek yang dia cinta meninggal gara-gara rumahnya dibumi hanguskan oleh serangan ledakan dari Nazi. Setelah itu, karakter si Logan Lerman berubah, kamu gak seperti yang dulu. 
Ini ada temen yang ngasih tau nama tank-nya

Eh, itu bener, kan, sisi dramanya? 

Lagi nih, visual effect yang gak kalah apik dari lesatan senjata yang kalau pas nonton di bioskop bikin kaget. Apalagi kalau lesatan di eranya itu kayak senjata semacam laser, teknologinya udah keren di film itu. Iya, di tahun 1945. Tapi, gue suka scene di mana tank dengan anti-tank milik Jerman one-on-one. Sungguh terlalu, anti-tank Jerman kalah, bro. Ceritanya emang di sana teknologi tank milik Jerman lebih canggih dari buatan US. Lagi, lagi, berkat taktik sang sersan, sih.

Akhir!

Gue suka, bagi awam seperti gue. Ini film yang harus ditonton sebenarnya bagus, kok. Dengan catetan, elo belum nonton film dengan berlatar belakang sama di mana War World II terjadi dan nggak paham sejarah WWII. Diakhir cerita, menyisakan ketegangan dan penasaran. Tank satu-satunya dari yang menuju jantung Nazi, akhirnya harus berakhir dengan dramatis, kok bisa? Karena yang selamat cuma Norman, dan entah kenapa gue sebel sama akhirnya, yang nampaknya begitu 'main-main' kayak anak kecil, kalau main petak umpet nggak pernah jaga, sekalinya jaga, minta udahan. Bubar! Gitu gue menganalogikannya. 

Tetep elo harus nonton! 

Rating dari gue: 7.9/10

Sabtu, 18 Oktober 2014

Bagi Pengalaman: Gue Bisa Karena Biasa

Pernah nggak lo pas tes psikotest di sana ada pertanyaan:
a. Saya adalah sosok pekerja keras
b. Saya ingin memiliki pengaruh bagi kelompok saya.

Emang pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang tidak bisa diukur dengan benar atau salah, namun menggambarkan kepribadian seseorang dari jawaban yang mereka pilih. Pertanyaannya pun tidak hanya satu saja, tetapi pertanyaannya diulang dengan opsi dari salah satu pilihannya berbeda.

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah:

"Bagaimana kita bisa mengetahui kepribadian diri kita sendiri?" 

Ada yang bilang, sifat diri kita sendiri terkadang susah dikenali, emang sekarang jamannya zodiak, tapi itu bukan parameter yang permanen, menurut gue. Sifat yang selalu terlihat ini pula 'dikenali' oleh teman main/diskusi/belajar/tidur #eh. Tapi, bener loh. Coba deh, kalau dalam pergaulan pernah dapat kritikan dari teman lo sendiri, kan? 

"Bon, gila lo, kita hampir telat masuk bioskop gara-gara nungguin lo. Kapan lo bisa on time?!"

"Sorry, Ton. Tadi ban motor gue pecah terus kena tilang di lampu merah"

"Basi!"

"lah, ngape lo pada nungguin gue? bisa masuk duluan kan seharusnya, tiket lo bisa titipin ke mbak penjaga bioskop, simpel?!"

"bentar...dulu gue pernah titipin gitu, trus lo inget gak jadinya kenapa? ungkit-ungkit 'gak asik, masuknya gak barenagan'" 

#kemudianributdibioskop

Nah, bisa keliatan gimana sifatnya, kan? Si Bono anaknya terlalu santai jadinya suka gak tepat waktu, banyak alasan, gak konsisten sama omongan terus apalagi ya? Udah, sik. Kalau Tononya di sini gue gak ungkapin dengan jelas bagaimana dia. 

Itu dari lingkungan pergaulan, beda lagi dengan lingkungan organisasi atau tempat kerja untuk tahu sifat orang. Semakin elo berdiskusi dan brainstorming dengan beberapa teman 'kerja' semakin terlihat sifat diri bahkan karakter elo. Gak percaya? Iya-in aja dulu.

*****

Dari kegiatan yang gue lakuin, bukan gue sombong atau apa, tapi gue bisa berfikir dan menemukan solusi. Baru kemarin gue bertemu dan berdiskusi masalah konsep perkembangan @CirebonBerkebun dengan salah satu tokoh atau bisa juga artis, H. Qomar. Cara menemukan solusi, solusi, dan mengemukakan pendapat di depan umum di antara jajaran petinggi harian Rakyat Cirebon.

Gue bersyukur sekali bisa membantu dengan mengemukakan solusi yang sedang dibahas kemarin. Gue bangga sebenarnya bisa menjadi keluarga tersebut. Ada baiknya gue juga tetap belajar, gak melulu meninggikan ego. Masih banyak kekurangan malah.


P.S
iseng aja sebenernya menulis ini, karena pingin rajin mengisi tulisan di blog. Teori ini berdasarkan pengalaman aja.

Jumat, 17 Oktober 2014

The Judge: Bukan Review - Sosok Bokap Dan Impian

Dari sekian banyak film tentang keluarga, baru kali ini juga gue tahu film ini adalah film tentang Ayah dan Anak lelakinya. Bukan maksud gue di sini menjelaskan film-nya bagaimana dan seperti apa, sik? Karena dari judul aja ditulis dengan jelas.

Gue, pernah nulis cerita tentang bokap gue, di blog lain.

Tapi, rasanya kurang enak juga kalau gue nggak ceritain film-nya dulu. 

The Judge Poster (credit by wikipedia)
The judge, memang hakim artinya meskipun demikian kemasan tersebut hanyalah sebuah satu rangkaian yang dapat disimpulkan mengenai apa filmnya ini. Hanry 'Hank' Palmer (RDJ) seorang pengacara yang rumah tangganya dalam sidang perceraian yang telah memiliki satu anak perempuan. Saat dalam pengadilan, Hank mendapat kabar dari saudara lelakinya bahwa Ibunya meninggal di Carlinville, Indiana dan harus meninggalkan sidang perceraiannya tersebut.

Konflik terjadi saat Hank berada di Indiana dan ayahnya yang merupakan seorang hakim kenamaan yang bernama Joe Palmer terlibat kasus pembunuhan. Di sana Hank yang seharusnya bisa kembali lagi ke Chicago akhirnya menjadi pengacara bapaknya. Meskipun Hank dan Bapaknya memiliki hubungan yang tidak baik. Lalu apa yang membuat Hank menjadi pengacara bapaknya? salah satunya kenangan masa kecilnya dan menjadi anak yang bisa membanggakan ayahnya.

****
Begitu banyak konflik keluarga antara ayah-anak, ibu-anak atau mungkin ayah-ibu. Dari film saja, terkadang gue ngerasa tersendir dan di situlah muncul pula kenangan saat masih kecil bersama bokap gue. Di umur yang dikatakan dewasa ini, gue belum bisa bahagiakan baik nyokap ataupun bokap. Apa yang terlintas dalam gambaran sebuah film, terlebih bertemakan keluarga, gue lebih banyak merenung karena gue belum bisa dituntut lebih untuk menjadi anak yang mereka harapkan.

Ah, gue cuma bisa menjelaskan singkat di blog ini, untuk mengenal gambaran gue bersama bokap gue, ada dalam tautan dari blog gue yang lain.


Selasa, 14 Oktober 2014

Sisa Malam Ini

Basah....
Jejak yang ditinggalkan selepas hujan malam ini. Jangan harap kau temui pelangi apalagi bidadari.

Tetesan yang tertinggal yang jatuh pada benda-benda seakan detakan jantung kehidupan manusia dan aroma khas itu bukan saja yang ditunggu, tapi dirindukan yang telah menemukan kerinduannya.

Aku rindu, kaupun berseru.
Sisa malam yang kini hening membuat manusianya menyatu dalam rindu. Sempurna!

Rasakan dan pejamkanlah matamu. Seakan kau menemui aku dari sisa malam selepas hujan ini.

Minggu, 12 Oktober 2014

Dalam 5 Jam Perjalan: Piknik Nyelfie dan Seadanya

Mumpung masih seger, seru kayaknya kalau langsung nulis jalan-jalan singkat tadi siang. 

***
Niat jalan jauh ke daerah pegunungan adalah rencana yang selalu wacana dari kemarin-kemarin, bahkan untuk jalan ke Waduk Darma di Kuningan. Kapan, kapan, dan kapan bisa terwujud. Gak ada yang spesial dari lokasi waduk sebenarnya, sih. Kok bisa malah ngebet mau dikunjungi? Alasannya, Cirebon panas. hehe...

Rencana awal emang ada janji sama temen kominutas berkebun mengunjungi sanggar lingkungan hidup, dasarnya gue, malah suka merubah rencana. Waduk Darma, yuk?

Siapa lain dan bukan teman yang gue ajak itu emang doyan juga diajak jalan, sebut saja, cungil. Awalnya emang dia nanya, "kok dadakan, lagi panas nih Cirebon?". Ah, pertanyaannya mudah dijawab dan diiming-imingi kalau diajak jalan. "itu kan Cirebon, kan Kuningan apalagi Waduk Darma pasti adem". Gara-gara itu, dia mau akhirnya. 

Gak jauh memang perjalanan Cirebon-Kuningan-Waduk Darma, berangkat mulai pukul 11.30 dengan kondisi yang amat panas, entahlah Cirebon ini, panasnya sudah gak normal lagi, menuju Kuningan. Emang awal niatnya ke Waduk Darma buat ngadem. Begitu di jalan, tiba-tiba pingin menambah destinasi aja, gitu.

Belum masuk ke kota Kuningan, motor mio gue berubah haluan, lho. kok bisa? emang gue yang bawa, kali. Berbelok ke arah kanan dari jalan utama Cirebon-Kuningan, menuju Linggarjati. Pasti mau ke museum? salah! Karena pernah beberapa kali mengunjungi museum-nya, kami cuma lewat aja. Pingin rasain getting lost. Masuklah ke perkampungan penduduk arah pos penanjakan gunung Ciremai. Lagi, dan lagi kami putar haluan. Gue sebenarnya labil gitu. Karena nggak menemukan apa yang gue cari, kebun kopi. hehe...

Lanjut menuju destinasi utama, masuk kota Kuningan. Hampir satu jam-an dengan lalu lintas jalan utamanya padat-lancar. Take a ride dengan kecepatan yang rata-rata 60-80 km/jam cukuplah untuk mengejar waktu hari ini, karena mengingat besok adalah Senin.

13.30
Memasuki kawasan wisata Waduk Darma, gue sempat kaget dengan jalan yang berubah. Dulu tahun 2008s, jalan besar yang dilewati untuk ke arah Cikijing adalah melewati bibir tanggulnya, jadi sempat menyasar, deh. Tarif masuknya pun 17.000 untuk satu motor dan dua orang. Canggih, mahal kalau menurut gue. Untuk kondisi yang menurut gue 'seadanya', bahkan kalau dibandingkan dengan wisata pantai di Parangtritis gak semahal itu. Show must go on, mending nyesel beli daripada nyesel gak beli, begitu kata orang.

What we did in Waduk Darma?
Lucunya, gue dan Cungil nggak ngapa-ngapain. Ada sih fasilitas wisata berupa jet ski, tapi pas gue lihat, malah motor jet-ski-nya pun ditutupin semacam terpal. Yang masih ada, perahu wisata yang bisa dinikmati para pengunjung. Murah, cuma 10.000 itupun nunggu kuota dulu baru bisa jalan.

Karena kami pengunjung yang 'seadanya' juga, jadi nikmati juga yang sudah sewajarnya. Apa itu? Selfie! hehe...
#selfie hore 1

#selfie hore 2

#selfie hore 3

#selfie hore 3

15.00
Sebelum menuju ke lokasi Waduk Darma, gue liat di jalan papan yang bilang ada curug, padahal kalau sebelumnya itu gak terlewat meliatnya, bisa jadi gue mengunjungi itu dulu. Tapi, akhirnya mengunjunginya juga setelah dari Waduk. Namanya Curug Bangkong. Bahasa Indonesianya Air Terjun Kodok. Unik, kan...?

Masuk dari papan tersebut berkisar 700 m yang sebelumnya melewati perkampungan warga. Tak jauh sesaat, ada papan penunjuk arah berikutnya. Sempet kaget. Lokasinya memasuki persawahan, untunglah si mio ini bisa melaluinya dengan kondisi jalan yang kering, pastinya. Lebih kaget lagi, kami 'ditagih' uang 10.000 dari petugas 'pos'. Gue mengutip pos, karena pos itu bukan pos, cuma gubuk yang beralaskan tanah dengan penjaga teteh-teteh yang cengengesan, nggak resmi. Jadi, seharusnya gue dan cungil bisa protes kalau tau lokasi wisatanya yang...tak terawat!

Menuju lokasi, dengan jalan setapak dan bergelombang dengan hamparan terasering sawah yang hijau, tidak sampai 5 menit, kami menemukan curugnya dan itu bagus!

Arus air terjunnya memang kencang, lagi lagi gue sebel dengan kondisinya yang amburegul alias gak terawat banget nget....

Tapi...lupakan! Mari selfie!!!
#curfie curug selfie 1

#curfie curug selfie 2

#curfie curug selfie 3

#curfie curug selfie 4

Seperti menemukan hidden paradise, seharusnya gue bisa makin seneng dengan lokasi wisatanya, tapi gue penikmat 'seadanya' mungkin diberipun 'seada-adanya' saja.

Tidak lama, kami kembali ke Cirebon dari lokasi-lokasi tersebut pukul 16.30an. Cukup senang dengan piknik yang singkat dengan fasilitas 'seadanya' sehingga gue senyum-senyum sekena-kenanya untuk dimasukan dalam daftar seakan-akan jalan-jalan. 


Pertanyaan

Pertanyaan yang harus dipaparkan dengan jelas adalah kenapa dan bagaimana. Tetapi hidup itu juga merujuk pada Apa. Sehingga melanjutkan ke seri berikutnya yang mana. Ah, layaknya bahasa komunikasi hal tersebut dapat dilakukan Di mana.

Timbullah pertanyaan tersebut, yang susah adalah menjawabnya.

Hm...aku mengantuk, bisakah kita akhiri?

***

Jumat, 10 Oktober 2014

Nonton Tontonan!

Kalau ditanya, udah berapa film yang gue tonton selama ini? Jawaban gue simple, Lupa! Tapi kalau ditanya detil lagi tentang berapa film yang gue tonton saat gue buat akun komunitas nonton? Bentar, gue itung dulu, sekalian gue list ya?

1. Transformers 4
2. The Fault in Our Stars (nonton sendiri)
3. How to train your dragon? 2 (ns)
4. Dawn of The Planet of Apes
5. Act of Killing (Jagal)
6. Teenages Mutant Ninja Turtle
7. Guardian of The Galaxy
8. Hercules
9. Malam Minggu Miko Movie
10. The Maze Runner
11. Tabula Rasa Film
12. Annabelle
13. Dracula Untold

Padahal sebelumnya, gue nonton gak akan sebanyak ini, apalagi dulu cuma film yang direkomendasikan aja ditontonnya dari Twitter, lah. Tiga belas judul film dari diluncurinnya akun nonton dari bulan Juni sampe Oktober, 5 bulan, men!

Michael Bay (credit by google)
Tapi gue nggak akan bahas lagi film-film yang dengan bangganya gue tonton, sih. Gue malah liatnya gue jadi lebih ‘deket’ ke bioskop dan dunia film as anak kemarin sore, lah… Gue penikmat dan itupun bukan penikmat yang semacam satu film ditonton berkali-kali karena saking sukanya, nggak. Tipikal gue, masuk ke bioskop, duduk, saat film dimulai, gue fokus. Malah sempet ada yang bilang kalau gue diajak ngobrol pas di bioskop (jeda film berupa scene pemandangan atau semacamnya) pasti dijawab “hah?”, but that’s me!

Karena mulai menjadi penikmat film, dipantengin tuh siapa aktornya, ceritanya, sama sutradaranya, dulu ya kalau nonton mah nonton aja, nggak ngerti itu deh, hampir aktornya film yang gue tonton sebatas barlen, bubar klalen. Maksudnya, hapal nama, pernah main di film apa aja, y ague kagak tahu. Kalau cerita, indikasi yang gampang buat film yang diminati adalah “elo ngantuk kagak pas nonton film di bioskop?” itu aja, cukup. Kalau yang high-expert bisa jadi mereka mengkritik dari segi alur, plotnya yang nyambung atau enggak, dan sebagainya dan sebagainya. Pusing kayaknya ya?

Jujur, kalau jadi admin sosial media apalagi akun nonton, seharusnya emang mencari tahu dulu informasi filmnya kayak apa dan bagaimana, gak hanya ngajak-ajakin buat nonbar aja. Karena admin, kan, ya? Gue banyak googling jadinya. Ini film apa? Bintangnya siapa? Kapan mulai tayang? Ceritanya gimana? Sutradaranya siapa? Banyak juga kan pertanyaan gue. Jelas, supaya gue sendiri dulu yang paham. Eh, ngomongin sutradara, katanya film bagus ada peran besar dari sutradaranya meskipun si aktor baru, tapi ini bisa jadi dipatahkan pernyataannya juga, sih.

Ambilah dari kasus gue nonton Transformers 4, sang sutradara Michael Bay, dari Transformers 1-3 dia juga yang garap, ciri khas yang ditampilin sama sutradara ini, perang yang mengjelegar, sunset, dan gadis cantik, even cerita yang tidak dikedepankan. Dari film itu, gue ngerasa ada yang aneh, kenapa? Gue ngantuk! Iya, memang efeknya yang ditampilkan sadis! Tapi, ya, begitu, deh… Padahal aktornya ada Mark Walhberg.

Sebenernya masih ada lagi contohnya, Dracula Untold sama The Maze Runner, dua film itu sutradaranya debutan semua di film layar lebar, apalagi The Maze Runner libation aktor muda semua. At least, film-nya oke dan bagus. Emang dasarnya juga gue suka nonton, jadi tinggal pantau aja perkembangan film-film Hollywood.
Christoper Nolan (credit by google)
Tapi yang nggak kalah penting, unsur musik dalam filmnya, bisa scoring atau soundtrack film itu sendiri. Apalah gue yang sok tahu tentang film, paling bocorannya dari rotten tomatoes atau nggak imdb. Kan, ketahuan gue? Hehe…
Poster film Interstellar (credit by google)

Untuk November, gue lagi nunggu film Interstellar, nih. Garapan Christoper Nolan. Gue lebih excited nunggu tayang film di bioskop ya, daripada nunggu panggilan kerja, kenapa? Perusahaan lebih banyak PHP-nya soalnya, tsk! Lol


p.s

gue pas nonton Annabelle bisa diajak ngobrol dan ngajakin ngobrol, kok. It means film-nya ya-begitu-deh!