Minggu, 13 September 2015

Cirebon, Investasi dan Perbankan!

Aduh, aku kelewat untuk posting kuliner kotaku. Gak apa-apa, deh. Masih ada tema lain. Mumpung weekend, aku lanjut lagi, ya?

Menyangkut persoalan pekerjaan sehari-hariku juga, kayaknya bakal panjang, pokoknya panjang. Halah... Iya, iya, aku cuma seorang Banker di kota Cirebon. 

Di kotaku ini tidak terlalu banyak lapangan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya, karena aku adalah lulusan pertanian. Selain perbankan, ada juga di bidang distributor dan pabrik pembuatan bahan pakan dan pangan tertentu. Eh, sama PNS juga, sih.

Lalu, sebagai seorang perbankan kerjaannya seperti apa?

Untungnya, aku bukan yang harus selalu berhadapan dengan nasabah. Aku bekerja di balik meja, hmm...tepatnya sebagai back office yang mengurusi masalah KPR.

Meakipun tidak selalu berhadapan dengan nasabah, aku juga pernah bertemu dengan nasbah, iya, karena kami bergerak di bidang jasa, haruslah bersikap ramah.

Banyak pengalaman yang seru dalam menjumpai nasabah baik secara langsung atau lewat telepon. Terlebih lagi dengan masyarakat Cirebon. Dari nasabah yang nurut sampai marah-marahpun pernah aku lalui.

Belum lagi, aku juga harus bertemu dengan rekan perusahan seperti notaris dan pihak asuransi. Yang terkadang pada saat tertentu mereka memberikan "hibah"  berupa makanan. Iya, untuk satu kantor. 

Kantorku bercerita banyak juga, kan?

Makanya, aku tidak selalu dekat dengan telepon genggamku. Memang benar, bekerja di bank harus siap pulang malam juga, karena harus mengejar target. Apalagi di Cirebon, perbankan harus bergeliat dengan terus menerusnya investasi tanah dan bangunan yang terus tumbuh dan semakin mahal. Maklum, kota transit ini memang sedang "panas-panasnya" dalam bidang property.

Aku pernah merasa sedih, saat mencairkan uang dengan nominal ratusan hingga milyaran rupiah tidak pernah aku pegang, hanya melihat dan mencatatnya dalam layar monitor. Begitulah derita anak bank, uangnya hanya titipan. 

Makanya, tunggu apalagi, investasikan uang anda dan miliki asset berupa property yang menjanjikan di Cirebon!

Sst...tapi lewat bank aku, ya? Hehe

Minggu, 06 September 2015

Dendang Cerita Warung Pojok di Pasar Kanoman

*kring-kring*
Udah siap aku ajak jalan berkeliling kota Cirebon lagi? Sebelumnya, aku kasih lantunan instrumen khas dari kotaku ini.


Itu adalah lagu dari warung pojok asli dari Cirebon, kalau liriknya begini:

"Akeh wong padha kedanan masakan,
akeh wong padha kelingan pelayan
Ora klalen kesopanan ning sekabeh lelangganan

Yen balik tas jalan-jalan mingguan
mumpung bae tas gajian kaulan
Warung Pojok go ampiran etung-etung ke kenalan
Tobat dhendhenge emi rebuse,
Sega gorenge dhaginge gedhe gedhe

Adhuh kopie, tobat bukete
Adhuh manise persis kaya pelayane
Pura-pura mata mlirik meng dhuwur
padhahal ati ketarik lan ngawur
Nginum kopi mencok nyembur kesebab
nyasar meng cungur
Tobat dhendhenge emi rebuse
Sega gorenge dhaginge gedhe gedhe
Adhuh kopie tobat bukete
Adhuh manise persis kaya pelayane"

Lantunan lagu tersebut menggambarkan suasana warung pojok. Dengan artian bahwa kalau di warung pojok masakan yang disajikan sangat lezat terlebih lagi di lagu tersebut terdapat rayuan pada pelayannya yang manis. Lalu apa hubungannya dengan tujuan jalan-jalan berikutnya yang akan aku bahas?

Karena ngobrolin warung dan masakannya, aku bawa kalian ke pasar yuk sebagai bahan dasar masakan seperti di warung pojok ini, gimana? Iya, pasar tempat jual beli, tradisional dan cukup istimewa. Namanya Pasar Kanoman. Ingat, pakai huruf "K" depannya bukan "H" bisa-bisa salah arti. Karena arti Kanoman adalah dari kata dasarnya "enom", "anom" alias muda. Uniknya posisi pasarnya berada di pintu masuk menuju Keraton Kanoman Cirebon. Salah satu Keraton yang berada di Cirebon ini.

Lanjut, yuk? Enaknya kalau ke pasar pakai becak aja, ya? Biar ada kesan tradisionalnya sekalian explore kotaku ini.

Akhirnya sampai juga....

Lihat, gerbangnya saja sudah mencirikan bahwa wilayahnya masuk dalam keraton.   Berbagai macam yang dijajakan di sini, termasuk ada yang menjual kain, tepatnya di lantai dua. 

Oh, iya. Sesuai dengan lagu warung pojok, yuk mencari daging sapi untuk membuat dhendeng, serupa daging rendang gitu. Pedagang-pedagang daging baik ayam ataupun sapi adanya di dalam pasar tersebut, kalau tadi penjual kain ada di lantai 2, penjual daging di bawah atau lantai 1. Cukup pengap dan bau yang menyengat. Cukup teratur, sih. Bagaimana mencari bumbunya? Tenang, banyak penjual di sana yang menjual bumbu-bumbu yang telah diolah, digiling halus, dan terlihat juga irisan-irisan cabai merah dijajakan.

Mungkin, namanya pasar rata-rata sama, sih. Meski bau dan kadang becek, setidaknya kita punya bahan untuk menyajikan makanan seperti lantunan di lagu warung pojok. Riang, ramai dan penuh canda yang terlahir dari kesederhanaan dan keragaman. 

Credit gambar: 
#youtube #kompasiana

Jumat, 04 September 2015

Yuk, ke Balaikota?

Yuk, aku ajak keliling Cirebon?

Sambil bercerita tentang kotaku ini, semoga menikmatinya, ya.

Jangan heran kalau berkunjung ke Cirebon dengan suhu yang panas, karena lokasinya memang di dekat pantai utara. Yak, dengan sedikit debu. Tapi bukan debu-debu intan yang dikeluarkan sama Cygnus Hyoga. Halah...

Namanya juga di pantura, pasti panaslah?!

Anggapan demikian gak sepenuhnya salah, tapi sayangnya Cirebon "begitu adanya". Adanya panas, ya memang panas. Bahkan, aku lebih memilih untuk tinggal diam di rumah ketimbang harus keluar. Mungkin, lebih baik malam hari, ya?

Pernah beberapa temanku bilang, "tinggal di sini gerah, sehari sampai 5 kali mandinya". Jelas, si teman dulu pernah tinggal di daerah dataran tinggi. Hellaw...

Begini, deh. Kadang aku kalau mengajak teman keluar lebih enak di malam hari dibandingkan siang atau sore hari. Beberapa tempat memang dijadikan tempat berkumpul, selain kafe dan mall.

Gak kayak Jogja yang tiap sudut menyapaku bersahabat. Di Cirebon, disapa dengan "kirik". Iya, maklum, kata itu sebenarnya kasar, dengan arti "anjing". Apalagi kalau tempat kumpulnya anak-anak muda. Wajar sih, tiap kota pasti ada, kan lain ladang lain belalang.

Mari aku ajak ke...

Balaikota!
Maksudnya di halaman depan pelatarannya. Apalagi tiap malam, muda-mudi berkumpul. (((Muda-Mudi))) posisinya berada di Jalan Siliwangi, pusat  pemerintahan kota Cirebon. Iya, itu ramai kalau menjelang malam, tapi pagi hari? Sepi! Paling ada lalu lalang kendaraan saja. 

Bangunan yang memiliki sejarah dan semakin cantik apabila malam mejelang dengan hiasan cahaya lampu. Tidak hanya itu saja, jika Bandung memiliki kantor Gubernur yang terdapat tusuk sate di atasnya, di Balaikota Cirebon ini ada udang di atasnya. Karena dulunya, iya, dulunya setauku Cirebon kota Udang. Entah sekarang, udangnya jadi ada di balik batu, mungkin... Hehe

Hampir lupa, karena letaknya berada di jalan Siliwangi dan pusatnya pemerintahan, setiap minggu pagi, ramai juga di sini. Ada CFD, gitu. 

Setidaknya, Cirebon ada tempat berkumpul, meski panas, berdebu dan kering. Hmm...kurangnya satu, banyakin pohon. Biar adeuuummmm....

Bos, mau keliling ke mana lagi kita?
:D


Credit picture: https://twitter.com/OnyaAza/status/501632254817218562?s=17

Selasa, 01 September 2015

Pesan ikonik dari Cirebon

*kring-kring*

Waktunya bercerita...

Selamat datang di Cirebon!

Kotaku yang bisa ditempuh dalam waktu 3 jam dari Jakarta menggunakan kereta api bahkan bisa lebih cepat dari itu jika melalui jalan tol Cipali yang panjang menggunakan mobil. Sayangnya, moda transportasi udara belum ada di kotaku ini.

Sebagai anak yang dibesarkan di Cirebon, aku melihat banyak perubahan. Terutama pada pembangunan. Bagiku sih, diterima dengan positif aja. Dengan begitu, banyak juga tempat untuk berkumpul atau sekedar bersosialisasi dengan yang lain.

Satu hal kalau ke Cirebon. Kita semua  sudah pasti hafal saat musim mudik tiba, beberapa media menyoroti kota ini. Maklum, musiman terkenalnya. Meskipun orang-orang mengenalnya juga sebagai "kota wali" karena founding father-nya adalah wali bernama Sunan Gunung Djati.

Karena kebudayaannya juga kotaku ini pusat dari penyebaran agama islam di Jawa Barat yang berada di jalur pantai utara pada waktu itu. Uniknya, bahasanya pun berbeda dengan bahasa yang ada di Jawa Barat. Lalu, bahasanya apa? Bahasa Cerbon. 

Iya, karena letak geografisnya yang dekat dengan Jawa Tengah ini membuat kotaku unik. 

Selain itu, karena kebudayaan islam yang sangat kental dan dipadu-padankan dengan budaya lokal serta orang-orang pedagang China, seolah-olah ikon kota kami memiliki banyak ragamnya. Contohnya saja dapat terlihat dari batiknya. 

Pengaruh-pengaruh tersebut yang akhirnya terbentuk di kota ini. Sampai saat ini, pengaruh itupun tetap ada pada kota ini. Iya, pengaruh dari ajaran sang Wali. Saat orang lain mengetahui bahwa Ki Hajar Dewantara memiliki motto:

"Ing ngarsa sing tulodo, Ing madya mangun Karsa, Tut wuri handayani"

Tentunya, sang wali Sunan Gunung Djati pun berpesan pada kita, pesan agar kita menjaganya atau bahkan "dipelihara" , pesannya:

"Ingsun titip tajug lan fakir miskin"
(Artinya: aku titip mushalla dan fakir miskin)

Kebanyakan kami masyarakat Cirebon, familiar dengan pesan ini dan seakan-akan kami terbawa dalam alam bawah sadar. 

Anggap saja, aku sebagai masyarakat kota ini menjaga kotanya dengan pesan moral yang bisa dibawa ke manapun tanpa harus dipahat dibatu atau kayu.

Bukan hanya itu, sang Sunan yang menjadi ikon dan founding father kotaku ini ternyata memperistri putri dari negeri Tiongkok. Gak heran jika memang keharmonisasian telah terjadi di kotaku ini.