Minggu, 08 Desember 2013

Serba Serbi Angkutan Umum di Cirebon

Suka bingung kalau saya ada panggilan kerja di Jogja. Selain bingung mau nginep di mana, bingung juga kalau udah gak punya kendaraan di sana, maklum, jaman kuliah dulu andalannya sepeda motor. Tapi si motor terbaik yang telah menemani selama beberapa dekade (halah, lebay) udah dijual. Meski motor ijo (supra x 110cc) pernah berkali-kali saya bawa jauh dengan jarang dirawat mesinnya, tetep yahud. 
Tapi, saya gak akan ngomongin spek motor yang kemarin, tapi sebagai jobseeker yang manja, emang sih. Mau gak mau, kalau ke Jogja minta anter-jemput. Ngerepotin sih memang, tapi, gimana lagi? Di Jogja emang susah angkutan umumnya. Adapun cuma ada beberapa kopata (semacam kopaja) yang kayaknya udah gak layak pakai dan transJogja yang jam operasinya sampai jam 10 malam. Gak heran, kalau akhir-akhir ini juga di Jogja sudah mulai rame dengan kendaraan pribadi apalagi mobil mewah. Semakin lama, Jogja ya kena impact juga.

Berbeda dengan kota kelahiran saya Cirebon, angkot itu bejubel, dari antar kota (namanya juga angkutan kota) sampai antar kabupaten. Ketika jaman sekolah dulu, saya terbiasa memang dengan naik angkutan umum. Bukan karena gak ada motor dan gak bisa bawa motor, tapi emang belum boleh bawa sama orang tua dulu sih....hehe

Gak cuma Jogja, Cirebon yang memiliki angkutan umum pun kini semakin larut dalam beban lalu lintas yang kian padat. Yang jadi pertanyaan, orang Indonesia makin kaya atau kredit kendaraan bermotor makin murah? Entahlah.

Balik lagi, the jobseeker harus punya inisiatif di sela waktu-waktu kosong yang memang membosankan saat gak ada panggilan kerja. Iya kan? Ada informasi yang akan saya beri, sedikit tentang angkutan umum. karena saya di Cirebon domisilinya, jadi saya kasih informasi sedikit, soalnya udah banyak bejibun informasi. Coba aja googling dengan keyword "angkot cirebon" pasti udah lengkap. Nah, di sini mau kasih info juga, kalau ada yang mengunjungi kota ini, tapi bingung ke mana dan naik apa. 

Gak banyak angkutan sebenernya di kota ini, mari saya jabarkan.

Angkot/Angkutan Umum berupa minibus
Angkutan umum di Cirebon rata-rata sama warnanya, biru muda. Namanya juga gak aneh-aneh kayak angkot di Malang. Cukup mudah, dari D1-10 untuk rute kota Cirebon dan berawalan G untuk antar kota-kabupaten dan pastinya rute inipun beda. Yaiyalah....Kalau harga umumnya itupun kalau belum berubah cuma 3000. Murah bukaaaann.....?

Eits, meski ini angkot banyak, tapi gak semua angkot sering kita temui. Umumnya, kalau yang wilayah kota  aja angkot yang suka berseliweran D4, D5, D6, D7 dan D8. Menariknya ada rute yang dilalui sama oleh angkot ini. Saya akan berikan screenshot-nya berikut ini:
titik ungu, coklat, kuning, merah dan  hijau merupakan titik pertemuan angkot D4, D5, D6, D7 dan D8. Tidak hanya angkot yang saya sebutkan, tetapi angkot jalur kota pertemuannya di titik tersebut

Jadi ingat saat di Jakarta, jalaur transit busway berada di Harmoni untuk beberapa rute. Sama halnya dengan itu, maka tidak usah repot dan takut kesasar. Oh iya, untuk angkot D5 dan D6 memiliki rute hampir sama, jadi kalau ingin menuju jalan dr.cipto oke, lebih gampangnya menuju CSB/Grage Mall, ambil saja rute di antara kedua itu. Sedangkan untuk rute ke terminal ambil juga D5, D6, D7, atau D8. Saran saya, untuk yang lebih baiknya turun depan terminal, mending ambil D7 atau D8. Karena kota Cirebon kecil dan tempat wisata dalam kotapun tak banyak, gampang sekali untuk naik kendaraannya. Tapi, kalau masih takut ambil alternatif kedua, yaitu...

Becak
Kendaraan merakyat yang hampir dapat ditemui di mana-mana, terlebih lagi di daerah wisata dengan ciri beroda tiga dengan mesinnya si abangnya sendiri. hehe...Nah, uniknya becak di Cirebon bukan merupakan becak wisata dan ukurannya lebih kecil juga. Berwisata atau pergi ke mana aja dengan becak adalah bawaannya nyantai, iya nyantai alias lama sampai ke tujuannya. hehe....

Kalau ada kalian yang turun di Cirebon pada malam hari dan sudah tidak ada angkot, maka carilah mamang becak, gak usah takut, kalau kalian turun dari stasiun dan menuju kawasan yang masih di kota, atau dari terminal tarif penawaran pertama mintalah 10.000. Syaratnya sudah tau mau ke kawasan kota dan jangan ambil mamang becak yang tua. Yang ada nanti disuruh narik. Oh iya, tawar-menawarnya pakailah bahasa jawa pantura dan tidak disarankan juga sih pakai bahasa Indonesia, yang ada nanti makin mahal. Eh, ini saran aja dari saya, tapi kalau di luar dugaan tarifnya, mungkin kamu gak bisa nawar kayak...saya :D

Ojek
Untuk ojek, jarang saya temui di beberapa tempat. Kecuali, aksesnya sudah tidak dilalui kendaraan angkot. Ojek di sini pun masih masuk akal harganya, kok. Gak mahal-mahal banget, kayak di Jakarta. hehe...Jelaslaaaah.

Meski ada beberapa alternatif kendaraan umum yang ada di Cirebon, lonjakan kendaraan pribadi gak bisa ditahan, jadilah orang Cirebon semakin melonjak-lonjak (krik-krik). Semakin mandiri juga kayaknya masyarakat Indonesia, gak cuma di Cirebon. Makanya, satu mobil satu orang. Lebih mending mana kalau tiap hari ganti-ganti kendaraan? hehe...maksudnya sih, ganti-ganti kendaraan umum. Gak semua dibebankan ke pemerintah juga, cara berpikirnya juga memang harus dirubah. Halah....

Jadi, tunggu apalagi, mampir mene ning Cerbon......

Selasa, 03 Desember 2013

Surabaya Oh Surabaya!

Gila, udah berapa lama ini blog gak diurus sama si empunya? Si empunya lagi mengejar cita-cita menjadi....Superman! Superman dalam arti yang tak sebenarnya tentunya. hehe...Jauh juga sih dari tampang mirip Clark Kent. Kalau buka-buka lagi content yang ada di blog ini, jadi pingin banyak cerita lagi tentang traveling amburadulnya saya.

Begini, meskipun awalnya ini blog saya ingin isi dengan content yang agak serius, tapi pernah baca juga kan perjuangan saya dari tentang kelulusan saya? Nah, kini saya punya cerita tentang ex-mahasiswa, iya, an ex. Tentang perjalan hanya untuk diterima di satu perusahaan impian, makanya saya bilang superman. Kalau mau tahu siapa si ex-nya itu, sebut saja rangga, bukan...bukan rangga sm*sh apalagi rangga AADC. Anggap saja rangga alias rasa yang galau. Yups, siapa sih yang gak galau kalau udah lulus terus belum dapet kerja atau usaha? pahitnya sih dibilang pengangguran. Eh, kalau saya sih kadang menikamatinya, merenungi, meratapi,menangisi, halah...malah banyak negatifnya, hehe...gak, gak, saya punya banyak hal diceritakan selama menjadi jobseeker, dari pergi ke kota A, B, C mungkin hingga kota Z.

Balik lagi ke masalah jalan-jalannya, sebenernya saya bukan ingin sekedar bercerita menjadi jobseeker travel atau mungkin nanti saya akan menceritakannya, tapi di sini bagaimana saya tough dan bodohnya saat pergi jalan-jalan dan akhirnya mendapatkan nasib sial di kota A iya sebut saja kota itu adalah Surabaya. Eng, ing, eng....kenapa?

Sebelum saya bercerita, ijinkan saya memantik korek api dan menghisap sebatang rokok dulu, ya...hehe...

Lanjut!

Begini, saya memang belum banyak mengunjungi kota-kota atau wilayah di Indonesia dan saya biasanya juga melakukan perjalanan lewat jalur darat karena memang jalur mana lagi bagi seorang budget travel amburadul schedule seperti saya? Karena emang judulnya amburadul, ya maklum kalau memang agak sedikit konyol dan tolol alias kalau disingkat jadi...konlol. :p

what a life
Bermula dari kota nan damai tempat saya belajar di Jogja, saya mencintai traveling, mbuh carane iso nang ndi ae, dab! Pergilah ke sana ke mari dengan senangnya. Maklum tahun 2009 saya memulai perjalanan dan mendapat gelar backpacker itu pun awal mulanya ke Bromo. Oke gak masalah! Tapi inilah masalah pertama saya muncul saat akan balik lagi ke Jogja lewat jalur darat yang diharuskan transit bus ke Surabaya. Awalnya hanya biasa aja dari hal sepele ini, hal sepelenya adalah ketika kernet bus meminta uang tiket, karena saya belum paham, saya berikan uang pecahan 20.000 dimana tarif pada waktu itu hanya 13.000 Malang-Surabaya, si kernet memberikan tiket di mana di tiketnya tersebut ada coretan berapa kembaliannya, karena saya tidak mengindahkannya, tertidurlah di bus dan tanpa sadar tiket itu hilang di genggaman saya. Damn! Bagi pelancong yang tidak mau uang sepeser raib, ketika akan sampai di terminal Surabaya, saya gontot-gontotan dengan kernetnya, memang sih saya yang salah, alhasil dia cuma memberikan kembalian 5000 rupah!

Anggap, kejadian itu hanya angin lalu di Surabaya, tidak menghiraukan nasib sial saya ada di kota ini. Tapi, mulai lagi terjadi pada saat saya ingin jalan-jalan ke luar negeri dari bandara juanda, syit! Ceritanya saya berangkat dari jogja naik kereta Sancaka pagi, setibanya di stasiun Wonokromo pukul 12.00 siang, karena flight-nya pukul 15.00, saya menunggu agak lama di stasiun dan makan siang di sana, sekitar pukul 13.00 saya menuju Juanda dengan taksi, karena uang rupiah hanya tersisa beberapa lembar saja dan selebihnya saya sudah tukarkan dengan dolar, maka saat akan masuk gate dan check-in, uang rupiah tersisa 147.000, dan hanya kurang 3.000 dari apa yang saya harus bayarkan sebagai airport tax yang sebesar 150.000. Ketar-ketirlah saya di bandara, masa uang dolar harus ditukarkan lagi ke rupiah hanya untuk menggenapkan? Gak, gak akan saya lakukan, mulailah saya mencari cara yaitu meminta uang 3000 ke...petugas trolley. Sial! Malu banget saya! Si bapak yang baik hati itu, langsung memberiku uang sebesar 5000. Ya, dengan basa basi di awal dulu, sih. heheh...

Rentetan kejadian di Surabaya membuat saya semakin dirasa, kenapa saya sial sekali di kota ini? Beberapa waktu kemudian, saya tidak melakukan hobi saya, karena ada kesibukan di kampus. Agak sedikit tidak terbebani dengan sugesti diri saya yang menganggap kota Surabaya yang sial ini.

Pada akhirnya, saya dipertemukan kembali dengan si Surabaya, saat itu saya pergi ke Lombok lewat jalur darat menggunakan bus, rencana awalnya ingin menggunakan kereta Sri Tanjung ke Bali lalu lanjut ke Lombok, karena ada lain sebab, jadilah menggunakan bus Jogja-Surabaya-Banyuwangi sistem estafet, beberapa hari sebelumnya saya survey bus yang langsung tujuan Banyuwangi, tapi saat hari H, saya dan teman-teman ketinggalan bus yang tujuan tersebut. Alhasil, mau gak mau dua kali naik bus, deh. Kepanjangan, ya? Sabar, saya cerita kronologisnya dulu, biar sama-sama tahu. hih! :D

Naiklah bus ekonomi malam Mira, sekitar pukul 19.00 dari Jogja sesampainya di terminal Bungurasih sekitar tengah malam, saat itu kondisi saya memang sesaat setelah baru bangun tidur di bus, maklum belum kumpul nyawanya dan harus turun juga untuk pindah armada tujuan Surabaya-Banyuwangi. Saya dan bersama teman-teman saat itu juga bermuka sembab semua, tengah malam, bangun tidur, jalanpun lemes banget dan harus masih mencari di mana bus tujuan kami berikutnya, di manaa......?!

Dengan bawaan tas kerir yang segede bagong, kami didatangi sebut-saja-calo terminal yang menanyakan tujuan kami, karena gak mau bingung dalam kondisi seperti ini, akhirnya manut saja dihantarkannya ke armadanya tanpa banyak cing-cong, saya mengikuti si calo itu berjalan, tapi pas mau masukin tas saya ke bagasi, tiba-tiba....GUBRAK! Saya masuk ke got yang untung gak ada airnya, saking pada kecapeannya, teman-teman cuma bisa lihat saya aja tanpa menolong. Hih, teman macam apa coba? Mereka melihat saya jatuh pun dengan wajah yang datar kayak Kristen Steward kalau maen film. 

Berdirilah saya dan memasukkan tas ke bagasi dengan sedikit lecet di paha. Apakah sudah sampai di sini kesialannya? Oh tidak! Selanjutnya nego harga dengan si calo. Saat saya survey bus tujuan Jogja-Banyuwangi harga tiket 78.000, tapi si calo keparat itu memberi harga 80.000 untuk Surabaya-Banyuwangi dengan bus yang jelas jelas supeer ekonomi. Nah, di situ saya dan teman-teman berdebat, sebelum masuk bus,  minta dikurangi harganya, karena saya udah males juga, saya memisahkan diri dari kumpulan si calo dan jongkok sambil mengeluh dalam hati kesakitan gara-gara jatuh, tapi saat saya melihat teman saya masih nego, ada preman yang terlihat mendekati, mungkin karena ada keramaian juga di situ. Namun, ada salah satu teman saya yang cewek yang cukup kenal dengan si premannya itu dan minta tolong buat harganya diturunin lagi, sayangnya sih hasilnya nihil. Daripada buang-buang waktu, akhirnya deal dengan harga 68.000 dan itu deadlock! Ketika sudah masuk bus, karena kepo dan harus kepo juga sih, berapa harga aslinya tanpa melalui calo ke penumpang lain, mereka bilang cuma 30.000. hahahahabegohahahaha...... Tau gak, nasib sialnya belum berakhir saat itu juga sih, entah di daerah mana saya dan teman-teman dialihkan pakai kendaraan lain, bro! 

Setelah interview, mejeng dulu lah ya di simbol suro-boyo ini ;)
Belum, belum berakhir saya harus datang dan datang lagi ke Surabaya, meski tidak separah dengan cerita-cerita sebelumnya, kali ini saya ke sana saat ada panggilan kerja di salah satu perusahaan rokok yang terkemuka. Ini jelas lebih nyaman daripada cerita sebelumnya, karena menggunakan pesawat terbang garuda dan itu dibayari oleh perusahaan Pulang-Pergi. Siapa yang gak seneng coba? Saat itu memang enjoy aja, karena sampai di kantornya pun 9.30, semua berjalan mulus sampai tahap interview di kantor itu berakhir dan berjalan keluar dari kantor, niatnya saat itu karena lapar, ya cari makan dong. Karena itu kantor daerah kawasan industri, saya tidak menemukan warung sampai harus berjalan dulu beberapa meter dengan pakaian kemeja dan bersepatu pantofel agak sedikit berhak, karena tidak terbiasa menggunakan sepatu seperti itu, jalan saya lebih lambat dan beban lebih berat juga. Maklum, biasa pakai kets. Setelah menemukan warung makan dan harus kembali ke bandara, cukup lega sih dan pasti berjalan lancar sesuai dengan jadwal pulang. Dan apa yang terjadi? Pesawatnya delayed! Oh, damn!

Nah, yang terbaru yaitu beberapa hari kemarin, saya ingin melanjutkan perjalanan ke Bandung via Surabaya dengan menggunakan kereta Turangga yang sebelumnya saya ada acara di Malang, karena jadwal jadi jobseeker yang mepet harus ikut tes di sana dan di sini tanpa jeda hari. Saya berangkat dari Malang pukul 16.00 dengan kondisi hujan deras dan perkiraan sampe Surabaya dua jam, karena barang-barang saya masih berada di rumah teman maka saya harus balik mengambil barang saya. Lalu diantarkanlah saya menggunakan motor tanpa pakai jas hujan dan kondisi jalan macet tur licin. Beruntung sampai ke terminal Arjosari Malang pukul 16.30 tepat. Akhirnya beberapa menit kemudian, datang bus tujuan Surabaya. Dengan sangat-sangat cemas dan menyilangkan jari semoga tepat waktu di dalam bus. Dua jam lebih sampai Surabaya saya masih punya harapan saat bus datang di Bungurasih pukul 18.45 dan langsung mencari ojek menuju Stasiun Gubeng dengan meminta tukang ojek sampai sana jam 7 kurang. Dengan kebutnya si tukang ojek ini membawa saya sampai di gubeng dengan telat 13 menit dari jadwal keberangkatan kereta. Lemas sudah hati hamba ini pada saat itu. Di Surabaya di mana lagi saya akan bermalam. halah!

Jadilah setelah beberapa kejadian itu, saya merasa bernasib sial di kota ini. Kota terbesar kedua di Indonesia ini juga yang dapat saya membuat senyum-senyum karena ketololan saya sendiri. Seneng tapi nyebelin, makan ati tapi nikmatin juga. Tapi, gak semua nasib sial di Surabaya ini tidak mendapat apa-apa, di sini saya dapat teman baru, sih. Ya pada intinya diibaratkan saat di perbukitan ada tanjakan dan turunan, semua seimbang sama padan, saat berada pada tanjakan dan terasa sulit, berpikirlah pasti ada turunan yang terasalebih ringan, begitu sebaliknya. Etapi, turunan itu kalau di gunung lebih capek daripada tanjakan, sik. Halah, gak habis-habis ini. Ya begitulah, pokoknya nikmatin aja selama bisa dinikmatin. Sama halnya kayak saya, nikmati masa lapang sebelum sempit. hehehe.....

Pada akhirnya, dibalik perjalanan ini ada cerita yang bisa saya sampaikan saat saya menjadi jobseeker dan pastinya di Surabaya ini.

Kamis, 07 Maret 2013

Dari Sejarah Majapahit Hingga Bertemu Buddha tidur di Trowulan

Jika memaknai Pancasila sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" mungkin banyak sekali penafsirannya. Bisa saja, bahwa Tuhan adalah sebagai simbol bahwa masyarakat Indonesia memiliki dan berdasarkan hidup menurut kepercayaan yang dianutnya sesuai yang sudah diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konfusius. 

Kita juga bisa menjumpai berbagai macam rumah-rumah ibadah yang ada di Indonesia. Bahkan, peninggalan bangunan bersejarah seperti candi yang notabene merupakan tempat ibadah atau simbol dari suatu agama tertentu yaitu Buddha dan Hindu, tersebar luas di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. 

saya (tengah) beserta kawan menuju situs candi
Di Bali misalanya, dengan mayoritas masyarakat beragama Hindu, banyak sekali pura atau tempat ibadah, tidak sulit untuk menemuinya. Namun, sulit untuk kita temui di Pulau Jawa karena sebagian besar tempat ibadah dari masyarakatnya adalah muslim.

Memang ada tempat ibadahnya di Pulau Jawa, tapi bisa dikatakan hanya beberapa dan tidak banyak. Namun, bisa dijadikan tempat tujuan wisata dan itupun yang berupa candi yang merupakan bangunan dari jaman dahulu.

Tidak lepas dari bangunan ibadah, kemarin sempat menjelajah Trowulan yang tepat berada di Mojokerto, Jawa Timur. Trowulan sejatinya merupakan kota Kecamatan, bukan wilayah yang luas, namun di sini, sejarah telah berlangsung cukup lama. Peradaban Majapahit.

candi Bajangratu
Situs-situs Majapahit yang tersisa sekarang merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, sayangnya, saya bukan orang yang ahli sejarah, bukan pula orang yang terlalu menyukainya. Ada dampaknya, sik, setelah mengunjungi tempat ini yaitu laiknya anak sekolah yang sedang belajar studi, meskipun sedikit info yang saya dapat, itupun dari teman saya yang paham dengan seluk beluk penyebaran agama hindu-buddha, ya karena teman saya orang Bali yang cukup mengenal sejarahnya.

Dari bahasa sanskrit itu sendiri, katanya Majapahit berdiri pada tahun 1400 menurut penanggalan Jawa yang diartikan bahwa Sirna Ilang Kersaning Bhumi. Entah kenapa orang jawa kuno dulu menamai dengan kata-kata yang sedikit belibet. Namun, itu merupakan sengkalan yang sudah menjadi pakem dari jaman dahulu.

Saat kita berjalan menuju beberapa candi di sana, ada yang berbeda dari candi-candi yang ada di Jawa Tengah. Terlihat dari bangunannya yang sudah modern ditandai dengan bangunan yang dari bata merah. Tidak seperti kebanyakan candi di Jawa Tengah, yaitu dibangun dengan batu granit. Dapat disimpulkan pula bahwa kerajaan Majapahit memiliki peradaban yang sudah maju. Selain itu, ditemui pula di Museum Majapahit, ada beberapa benda peninggalan sejarah, dari patung Buddha, simbol kerajaan Majapahit yang mirip dengan logo dari Universitas Gadjah Mada, periuk dan perkakas, uang jaman dahulu, dan celengan berbentuk kepala orang dan hewan.

Ada suatu hal yang bisa jadi kita terkejut, kenapa? Karena ternyata muka dari patih yang bernama Gadjah Mada pada saat Raja Hayam Wuruk bertahta yang sudah kita kenal dengan wajah yang bulat dan berpipi gemuk adalah suatu bentuk muka celengan yang ditemukan di situs Majapahit dan merupakan tafsiran menurut Moh. Yamin. Saya juga baru mengetahui bahwa setiap melakukan misinya, sang patih selalu mengenakan topeng dan sampai saat ini, belum ada yang mengetahui dengan jelas, bagaimana sosok dari sang patih hingga dia pergi mengasingkan diri ke suatu tempat.

reclining Buddha
Tidak hanya bangunan peninggalan Majapahit saja yang unik. Masih satu kawasan di Trowulan, saya juga menemui sebuah patung yang bukan lain adalah sosok Buddha tidur. Kita bisa melihatnya di suatu tempat ibadah bernama Maha Vihara Majapahit. Meskipun bangunan ini adalah bangunan baru, tapi tidak kalah loh dengan yang ada di Thailand. Berbentuk kuning emas dan di bawahnya terdapat ukiran relief bagaimana Sidharta Gautama menolong hingga dia wafat menjadi Buddha. Meskipun letaknya berada di luar ruangan dan dikelilingi oleh kolam ikan dan cukup indah.

Saya berfikir, jika kita memang mayoritas beragama muslim, mengapa masjid-masjid tidak dijadikan tempat wisata, apa karena masjid yang benar-benar 'sakral' dan istimewa hanya di Saudi Arabia? Memang, ada juga masjid-masjid peninggalan sejarah saat penyebaran agama islam datang ke Indonesia, tapi...ya begitulah kondisinya. 

Meskipun saya pernah melihat reclining Buddha di Thailand dengan bentuk yang lebih panjang, Indonesia juga ternyata memilikinya. Mungkin, tempat itu hanya satu yang dimiliki oleh bangsa kita, jadi, kita harus hargai dan hormati antar umat beragama, bukankah kita dididik untuk saling mencintai juga, kan? Bangga bukan yang dimiliki bangsa ini? Maka dari itu, junjunglah tinggi pancasila, tidak hanya sila pertama, tapi semua atau bahkan kita harus lebih memahami dari kalimat "Bhineka Tunggal Ika" yang merupakan diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Prapanca. I love Indonesia!   

Senin, 04 Maret 2013

The Story Behind of Majapahit Civilization

"Have you traveled just for spiritual journey?" I think rarely people do that. But, this my experienced recently where I was going to Mojokerto, East Java. Some story to make me feel like "I am nothing" and "I don't have any further to explain what my religion is".

What do you know about Mojokerto Residence? Some of you thought, there is nothing to explore more than just people who live there, but few people know this place had have historical story. It's all about history. The story behind Javanese apocalypse was stand and its huge impact to others. It was named Majapahit.

Majapahit was built when it called "Sirna Ilang Kertaning Bhumi" and I have no any idea to explain it, but friend of mine told the meaning that was 1400 Masehi ( Sirna = 0, Ilang = 0, Kertaning = 4, Bhumi = 1; reverse). The big kingdom was we had at the time. 

What will you get?

1. The history journey
candi Brahu (Brahu temple)
Go back from ancient story, when I was in elementary school, my teacher taught we had two kingdoms which colonized another country and had big power. They were Srivijaya (Buddha) well-known in Sumatra island and Majapahit (Hindu)  in Java island. Each kingdom was greatness in difference age.

Honestly, I am not good at history lesson unless I am looking by myself to visit history places. This is it, Majapahit told me anything. I was envy when arrived at candi Brahu which is one of the Majapahit building was steady and there was students of elementary school visited and learnt the history. I never know what candi Brahu is, and evidently it was cremation place. There is some temples around and such brought us in century ago. 

candi Bajangratu
Later, we came in to museum Majapahit and showed of historical object which is like stupa, ancient money, Buddha statue, the God of Shiva and many things. The interesting thing symbol was Shiva. My friend told me that Indonesian was Shiva-ism at the time and Balinese, too. He brings that look-a-like 'pengusir' flies at left hand and another characteristic is his neck coloring with blue which mean he 'eat' the sins all the evil.

2. Story 
Everybody does have story wherever they go. Even though your story is not mine. We went to Mojokerto with 3 others. My friends was worshiping when I took some photo of his. I respected what they did. We live in diversity. Actually, I was minority among my travel buddy, they are Hindu and I am Muslim. 

A questioned to me from my friend about aqiqah and that was awkward moment because I couldn't answer. Oh, shame on me. But I learn from this situation and respectful journey, I must learn how to be a good Muslim properly. 

3. Friends
Point no 2 and 3 are my own thought. It simply to find but difficult to appropriate a friendship. We just friend in common, tho.

I am impressing to Indonesia, its culture, its respect, its different and its power. Even if the history tell us we had super power at the time, but we can conquer toward Indonesia nowadays. I love my country.

p.s
English version, sorry for all grammar mistakes because it's first time. Another story I would to tell in Bahasa. 

Kamis, 28 Februari 2013

Jangan Takut Masuk Pertanian [Antara Realita dan Idealisme]

Beberapa minggu yang lalu di acara job fair UGM, saya yang kini seorang jobseeker mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan panggilan hati. Meski tidak semua perusahaan bonafit yang ada di acara tersebut. Jika, dilihat-lihat pun yang sesuai dengan bidangku, tidak banyak di sana, karena latar belakang pendidikan S1 saya adalah pertanian dan di sana didominasi oleh perusahaan yang meminta banyak lulusan teknik ataupun ekonomi.

Saya akan bercerita sedikit, sekilas tentang pertanian. Latar belakang pendidikan yang mungkin tidak terlalu bonafit untuk dibanding-bandingkan dengan fakultas kedokteran dan teknik. Mereka hanya fikir, pertanian adalah lingkupnya sawah dan kerja di sawah. Terlebih lagi, pada saat awal saya dinyatakan diterima di pertanian dengan mayor ilmu tanah, sikap offensive yang dikeluarkan oleh beberapa teman adalah "Mau jadi tukang gali kubur?". 
Adik angkatan prodi Ilmu Tanah 2012

Sempat gundah pada awal-awal menjadi mahasiswa fakultas pertanian. Apa hebatnya menjadi mahasiswa pertanian? Peluang kerja setelah lulus menjadi apa? Mungkin paling banyak kesempatannya adalah di sektor perkebunan atau perbankan. Benar. Mereka dan saya pada saat itu berfikir demikian. Karena pada dasarnya mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah untuk mencari pekerjaan.

Pada tahun 2009 penerimaan mahasiswa untuk fakultas pertanian menurun, sehingga pemerintah terpaksa menggabungkan beberapa jurusan yang ada menjadi dua, yaitu Agroteknologi (gabungan Ilmu Tanah, Agronomi, Ilmu Hama dan Penyakit Tanamah) dan Agribisnis untuk beberapa Universitas di Indonenesia, terkecuali almamater saya (UGM) dan IPB. Ironis bukan? Negara Indonesia yang konon adalah negara agraris namun peminat untuk bidang pertanian sedikit. Memang tidak semua lulusan pertanian juga bisa menekuni bidang pertanian, sih.

Saya mencari informasi ke beberapa media, kenapa peminatnya sedikit dan menemuka artikel yang menarik yang disampaikan oleh rektor ITB (?). Beliau mengatakan bahwa "Prodi sepi peminat buah dari  tidak seimbangnya antara minat calon mahasiswa dan kebutuhan di lapangan".

Dikatakan kembali "Prodi pertanian misalnya, karena pertanian di Indonesia tidak menjadi primadona. Meski hidup di negara agraris, nasib sebagian orang yang berkecimpung di dunia pertanian bisa dibilang 'gitu-gitu' saja". Di bidang ketenagakerjaan, sedikit lulusan prodi pertanian yang dibutuhkan. Bahkan pemerintah sendiri tidak membuka banyak lowongan kerja bagi sarjana pertanian".

Sudah dapat disimpulkan, kah? Belum tentu. Namun, sedikit ada benarnya. Beberapa mahasiswa pertanian terkadang masih membanding-bandingkan dengan temannya dari fakultas x atau y yang peminatnya lebih banyak atau mencoba kesempatan kedua untuk mengikuti ujian masuk SNMPTN dengan pilihan lain. 

Mengapa demikian? Berikut penjelasan kembali dari Prof. Akhmaloka rektor ITB "Sikap masyarakat yang cepat ingin kembali 'modal' juga menguatkan prodi sepi peminat. Biaya pendidikan dan waktu yang dikeluarkan selama lima tahun kuliah harus segera 'dikembalikan'. selain itu, masyarakat juga ingin pekerjaan yang mentereng seperti di bank daripada di tengah sawah, apalagi di hutan. Meskipun demikian Akhmaloka menyarankan agar tidak menutup diri pada prodi sepi peminat. Tetap ada peluang untuk maju. Lulusan prodi geofisika dan meteorolgi misalnya, selalu dibutuhkan pemerintah untuk mitigasi bencana."

Satu pernyataan yang saya sukai dari beliau juga adalah "Bangsa ini tidak bisa dibangun hanya dengan satu atau dua bidang keahlian saja".

Para adek-adek mahasiswa yang sudah duduk di bangku kuliah dan disorientasi untuk masa depan, manfaatkanlah waktu selama kuliah. Masa depanmu masih panjang, perbanyaklah berorganisasi di luar kampus, isi waktu luangmu. Meskipun di bidang pertanian labelnya, kita tidak akan mengetahui potensi yang ada dalam diri kita untuk menggeluti passion yang kalian mau. Seniman, photografer, pengusaha, atau peneliti bisa saja menjadi bagian dari dalam diri kita.

"Sarjana pertanian telah dibekali dengan praktikum sebanyak 40% selama di bangku perkuliahan akan mencetak calon-calon peneliti muda dibandingkan jenjang diploma dengan praktikum 60% yang artinya telah banyak menguasi teori lebih dalam" Papar dekan Fakultas Pertanian UGM pada saat saya wisuda. Pernyataan demikian pula, membuat para sarjana pertanian siap bersaing di luar sana beserta sarjana dari lulusan fakultas lain.

Jangan takut bersaing dan terus berkarya demi kemajuan baik di bidang pertanian maupun bidang yang lain. Saya meyakini, beberapa orang yang memiliki mimpi namun berada dalam posisi yang 'dihujat' atau 'dicemooh' akan lebih cepat berdiri dan berlari. 

Meski kedelai dan gandum masih impor. Suatu saat salah satu dari beberapa teman-teman fakultas pertanian memiliki perubahan untuk kemajuan di negera ini. Untuk saya sendiri yang hanya lulusan pertanian dengan predikat abal-abal hanya bisa berfikir optimis dan positif, karena untuk pertanian ini memang perlu dibutuhkan orang yang benar-benar hebat. Tidak mudah untuk menciptakan varietas baru dan inovasi yang menggebrak dunia pertanian. Namun, saya katakan PASTI!!

viva soil
soil solid ^^



Selasa, 26 Februari 2013

Gunung atau Pantai

Coba sebutkan, berapa banyak pantai yang kamu sudah kunjungi? hmmm...di Pulau Jawa saja. Tidak usah jauh-jauh. Apa? Anyer, Paragtritis, Pangandaran, apa? Pantai di bagian selatan Gunung Kidul? Oke. Sudah dikunjungi semua? Coba, kalau gunung bagaimana? Gunung yang sudah dikunjungi di Pulau Jawa? Apa? Tangkuban Perahu? Bromo? Baiklah. Merapi, Semeru dan yang lainnya? Sudah atau belum?Oh, Belum.

Sebenarnya saya bukan untuk menjudge di sini. Saya hanya bertanya. Tidak salah, kan? Memang tujuan wisata orang berbeda-beda. Tidak hanya pantai nan elok dengan warna lautnya, namun gunung yang maha daya agungnya tidak kalah indah, kok. Bangga bukan menjadi orang Indonesia yang banyak tujuan wisatanya?

wsncyd lagi di Lawu (pos 4)
Di Jawa saja. Tidak usah menyeberang ke pulau tetangga, deh. Kita dapat paket komplit, bukan? Pergilah ke Ciamis atau Jogjakarta, kita bisa disuguhkan dengan pantai-pantai dengan panorama yang sangat indah. Tidak hanya pantai saja, di Jogjakarta juga terdapat wisata petualangan yang berupa gunung. Benar. Gunung Merapi. Bahkan disekitarnya ada gunung-gunung lain, seperti Merbabu dan Lawu. 

wsncyd dan kawannya lagi aksi di Pantai :)
Sedikit bercerita pengalaman dari teman-teman. Banyak sekali yang ingin mendaki (istilah naik gunung) karena melihat foto-foto pendakian, cerita dari teman, atau bahkan dari nonton film (?). Apapun itu, tidak masalah jika minat melakukan pendakian, meskipun dikatakan pemula. Saya juga, kok. Sekian banyak dari teman-teman, ada yang menyerah saat pendakian atau ada yang 'ketagihan' mendaki. Well, itu hanya kalian yang bisa menentukan. Menyerah kenapa? Pertama, karena gunung merupakan tujuan wisata petualangan yang memakan banyak stamina dan kedua adalah mendoktrin dirinya sendiri menjadi anak pantai. 

Saya juga cinta pantai, kok. Pantai memiliki kesan sendiri untuk 'ritme' hidup yang santai. Ingatkah dengan pernyataan yang entah dari mana sumbernya yaitu "nyantai kayak di pantai". Ya, demikianlah pantai. Biru langit dan laut memiliki energi positif bagi penikmatnya. Untuk persiapannya pun tidak ribet seperti melakukan pendakian.

Nah, maka dari itu. Saya memberi gambaran bagi siapa saja yang ingin merencanakan kegiatan liburannya untuk memilih pantai atau gunung.
Bagi anak gunung biasanya:
- Ada persiapapan fisik dan mental baik pemula ataupun yang sudah pengalaman.
- Peralatan pribadi dan supply makanan harus dapat diperkirakan hingga akhir pendakian.
- Membentuk tim dan berkelompok.
- Mematuhi aturan atau prinsip pecinta alam.
- Sopan dalam pendakian

Bagi anak pantai
- Tidak ada persiapan fisik atau mental kecuali yang fobia
- Makanan? Banyak warung
- Sendiri, berdua, atau berkelompok ke pantai tidak masalah.
- Prinsip pecinta alam tetap dong dijaga.
- Pantai semua santai, pakailah pakaian yang tepat, masa iya ke pantai pake jaket tebal dan mengenakan menutup badan.

Jadi, tergantung pula  seorang itu menggeluti hobby-nya. Biasanya paling dominan ya memang pantai. Tetapi, sayang dong kalau di Indonesia belum pernah naik gunung? Masa cuma Bromo dan T. Perahu, doang? Mungkin, ada satu hal lagi yang membuat kagum naik gunung, betapa kecilnya kita dan Maha Besarnya ciptaanNya. Oia, adalagi! Kalau Cewek-cewek pasti akan terkagum-kagum dengan para cowok-cowok yang membuatkan makanan, karena biasanya naluri cowok di gunung terlihat seperti pria. Meski makanannya aslinya tidak enak. Ya bagaimana lagi, namanya juga laper. Ingat juga, sampahnya juga diberesin lagi ya?

Pastinya, akan ada cerita yang dapat disampaikan ke manapun kita pergi, baik gunung ataupun pantai. Place to go before you die is mountain, I notice you who haven't to go there. Percuma, dong? Masa gunungnya dianggurin. Oke, tadi ambigu. Mari menjelajah dan berwisata ke manapun dan di manapun! Intinya begitu. 

Salam Lesatari :)

Sabtu, 16 Februari 2013

Status Anonim Dalam Jurnalisme by fgaban


Pernahkah dalam suatu karangan ilmiah kita mencantumkan saduran atau referensi dari buku atau web tanpa pengarang alias Anonymous (Ind. Anonim). Saya yakin pernah. Bagaimana jika karangan Anonim itu sarat tidak dapat dipertanggungjawabkan? Masih valid kah data atau tulisan ilmiahnya?

Demikian juga para pencari berita yang meliput atau mewawancarai narasumber. Dapatkah memakai sumber Anonim atau tidak? Ini penjelasannya dari seorang jurnalis.

Beberapa waktu lalu, saya memantau dari lini masa twitter, seorang jurnalis yang bisa dikatakan senior, sedang memberikan hestek dengan judul #anonim. Sebagai seorang pemula, saya mencoba memahami dan menyimpan twit beliau di tab Favorite. Siapakah beliau? Dia adalah Farid Gaban (@fgaban). Berikut hasil print screen-nya.



Dari hasil kultwit, dapat disimpulkan bahwa harus ada transparasi antara sumber anonim dan jurnalis, dengan kata lain, sumber berita dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan fakta atau data yang nyata. Namun, sumber anonim ini diperlakukan secara ketat dan media yang menggunakannya akan bertanggung jawab atas hasil dari sumbernya.

Selasa, 29 Januari 2013

It is the beginning!

Sampai juga di mana saya mengakhiri masa-masa yang cukup melelahkan dan hampir meninggalkan dunia penulisan di sini (baca. blog). Setelah satu tahun lebih perjuangan mengerjakan tugas akhir demi status menyandang Sarjana Pertanian akhirnya bisa menyambangi lagi kreasi tampa batas dunia per-blog-an, meski blog hanya tulisan remeh.
Ternyata untuk menyandang gelar di suatu perguruan tinggi negeri tidak mudah, penuh perjuangan keras dan fokus yang ekstra, ini bisa disebut juga pembelajaran di kemudian hari. Saya akan memaparkan pengalaman diri bagaimana perjuangannya ini. Hanya catatan yang mungkin dapat dikenang kelak.

APRIL 2011
Akhirnya, di tahun tersebut saya bisa mencantumkan kata "skripsi" pada KRS (Kartu Rancangan Studi) yang pertama dan akan menjadi laporan akhir selama mahasiswa. Hal pertama yang membuat saya bingung adalah "apa penelitiannya?", "penelitian saya tentang apa?", "siapa dosennya nanti?". Dasar pertanyaan yang harus dijawab.
Sebut saja Pandu Risyanto yang menyarankan saya untuk bertemu Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro S, SU. karena beliau memiliki berbagai macam proyek untuk para mahasiswa yang akan menjalankan tugas akhir. Bersama teman yang bernama Fahlian Johansyah, kami menemuinya. Awalnya masih diberi pilihan untuk penelitian X, Y, atau Z. Namun, beberapa hari intensitas bertemunya meningkat, tetiba beliau menelpon ponsel saya untuk bertemu dan penawaran penelitian bersama pihak dari Perhutani, inilah penelitian yang akan membawaku sampai saat ini. Ibu Corryanti sebagai pihak Perhutani inilah yang telah memberikan saya kesempatan.

JANUARI - MARET 2012
Cukup lama bukan? cukup bersabarkan saya? rentang pengajuan proposal penelitian dan pelaksanaan penelitian yang hampir masuk satu tahun ini. Pertanyaan di kepala mungkin terlintas "Memang penelitiannya tentang apa?" Menurutku itu pertanyaan bagus. Saya mengambil penelitian yang bertema tentang erosi. Pertanyaan kedua muncul "Kenapa harus menunggu hingga Januari 2012?". Bukan salah saya pastinya yang mengira saya malas memulai penelitian ini, sebabnya adalah curah hujan. Ya, curah hujan adalah faktor yang menyebabkan erosi ini terjadi, karena penelitian ini di lapangan, sehingga, saya harus bersabar menunggu musim hujan, terlebih daerah penelitianku memiliki intensitas hujan yang rendah. Di situlah kesabaranku mulai diuji.
Bersama Fahlian Johansyah, kami sering pulang-pergi ke Blora dari Jogjakarta. Bertempat tinggal di kawasan hutan milik Perhutani. Selama penelitian ini berjalan, saya memliki dosen pembimbing yaitu Ir. Suci Handayani, MP dan Ir. Anjal Anie Asmara M.Si. Beliau-beliau tersebut yang selalu dijadikan tempat berdiskusi. Terlebih Ir. Suci Handayani MP adalah seorang yang paham di bidang ini. 

APRIL 2012
Seperti biasanya para mahasiswa di jurusan ini harus melalui tahapan ini pasca penelitiannya. Benar, analisis laboratorium. Dengan membawa sejumlah sampel dan segala reagen kimia. Cukup mengasyikan seperti sedang eksperimen ala profesor.

MEI-AGUSTUS 2012
Sebenarnya ini adalah 'badai' dalam mempengaruhi kefokusan saya menjalani penelitian, tetapi saya menyebutnya 'hadiah', ironi bukan?. Masih sempat untuk pergi berlibur dengan draft skripsi yang belum 'matang'. Bahkan, selama Mei tersebut saya pergi ke luar negeri. hehe....Juli pun saya mendaki Rinjani, hehe... 
Agustus yang pada saat itu saya dijanjikan lulus oleh dosen pembimbing saya, pada kenyataannya, tidak bisa terkejar. Namun, teman penelitian yang telah saya sebutkan di atas, lulus dan diwisuda bulan Agustus. Saya kaget dan heran. Saya hanya bisa berfikir positif saja, karena sepertnya saya masih banyak kekurangan data dan menggali informasi tentang isi penelitiannya. Dosen pembimbing dualah yang memberikan petuah dan sarannya. Saya bahkan tak terlintas ternyata sifat dan karakteristik tanah penelitian begitu 'istimewa'.

SEPTEMBER-DESEMBER 2012
Sambil menyelam minum air, meski terus berjuang demi menyandang gelar, saya tetap bisa menyalurkan hobi untuk travelling atau tepatnya hiking ke Gunung Lawu. Saya tidak ingin mengambil resiko berpergian yang terlau jauh. Skripsi saya pun masih bisa terpantau. 
Di akhir-akhir tahun meski godaan muncul, namun ilmu fokuslah yang membuatku dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Desember, bulan tersebut yang memberikan hari-hari tampak cepat berlalu. Desember jugalah yang  membuat saya memberanikan diri berkomunikasi yang baik dengan dosen pembimbing, "sudah siapkah tugas akhir saya diujikan?". Akhirnya dosen berkata YA!

JANUARI 2013
Tahun yang baik untuk memulai hari yang baik pula. Di tanggal 4 Januari, saya diberi kesempatan untuk mengadakan seminar hasil penelitian. Di seminar hasilku pun, syukur aku ucapkan berjalan lancar, tidak ada sama sekali dosen pembimbingku yang 'membantai'. Seusai semhas, demikian saya menyebutnya, saya ditawari tanggal untuk sidang, pada saat itu tanggalnya adalah 10 Januari 2013 atau 6 hari setelah semhas. 
seminar hasil saya (hanya ada ini)
Dag-dig-dug rasanya di awal tahun, rasa senang, terharu, kesal, takut, dan bangga semua bercampur aduk. Saya sendiripun sulit untuk mengekspresikan bagaimana rasanya. Tanggal 10 Januari pun tiba, akhirnya saya mengenakan kemeja putih bercelana kain panjang hitam dan bersepatu pantofel. Layaknya seorang mahasiswa baru yang akan diospek atau seorang pekerja kantoran yang bekerja dibalik layar komputernya. Sungguh tidak cocok kostum yang saya kenakan pada saat itu. 
Dua jam di ruang sidang bersama dua dosen pembimbing dan satu dosen penguji yang bernama Prof. Dr. Ir. Soepriyanto Notohadisuwarno, M.Sc yang kebetulan juga beliau adalah dosen pembimbing akademik selama di bangku kuliah. Buyar dan carut marut adalah hal yang biasa pada saat pendadaran, begitupun saya. Namun, pada akhirnya saya bisa dinyatakan lulus dengan syarat merevisi skripsi sebelum yudisium.

Akhirnya, perjuangan yang melelahkan telah usai, rasa bahagia bercampur takut yang kini menghantui saya. Bahagia bisa diwisuda pada bulan Februari 2013 ini, takut karena ini adalah awal dari permulaan yang sesungguhnya. Saya teringat perkataan Prof. Bambang "Karena pada saat inilah saudara (peserta yudisium) akan diangkat derajadnya oleh Tuhan setelah melalui tahap ujian, namun tetaplah terus belajar di mana saudara akan berjuang" . Kalimat yang penuh makna, membuat hatiku mengharu biru. Inilah saya yang akan memulai kehidupan yang sebenarnya, inilah saya yang ingin terus belajar, inilah saya yang akan bekerja dan belajar demi Allah Aza'wajalla

Tulisan ini aku persembahkan sesungguhnya untuk orang tua, sahabat, teman dan para pembaca. Semoga dapat mengambil hikmahnya meski banyak kekurangan.